Kepuasan Konsumen Muslim dan Teori Konsumsi Islam
masnasih.com - Dalam ekonomi konvensional dikenal teori bahwa manusia membutuhkan suatu barang karena adanya nilai harga yang berguna (utility).
Dikatakan suatu barang bernilai harga dan berguna karena dapat memenuhi kebutuhan manusia. Seperti beras mempunyai nilai harga yang tinggi dalam sebagian masyarakat Indonesia, karena dapat memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti kebutuhan makan. Disamping itu beras merupakan sumber daya yang terbatas dan dibutuhkan proses yang panjang. Dengan keterbatasan tersebut yang menjadikannya mempunyai nilai harga.
Untuk mengukur nilai kegunaan suatu barang, ada dua aliran, yang pertama beranggapan bahwa semakin tinggi nilai barang semakin tinggi angka yang diberikan terhadap barang tersebut (cardinal utility). Yang kedua beranggapan bahwa nilai suatu benda yang dibutuhkan tidak dapat diukur dengan angka (ordinal utility), hanya berdasarkan kesukaan (preferences) saja.
Baik terhadap barang yang dapat diukur dengan angka maupun tidak, tingkat kepuasan tertinggi bagi konsumen mendapatkan barang sebanyak mungkin sesuai dengan pendapatannya. Artinya dalam teori ekonomi konvensional yang dapat membatasi seseorang dalam mendapatkan barang hanyalah anggarannya.
Kecenderungan memilih ditentukan oleh kebutuhan dan keinginan. Bila yang diinginkan itu suatu kebutuhan maka akan menghasilkan manfaat dan kepuasan, namun jika pemilihan barang didasarkan atas kebutuhan semata tanpa keinginan akan mendapatkan manfaat saja. Sedangkan kandungan mashlahah adalah manfaat dan berkah.
Jadi suatu pengertian bahwa kepuasan konsumen menurut ekonomi Islam berkaitan erat dengan kebutuhan, keinginan, maslahat, manfaat, berkah, dan keyakinan dan kehalalan. Sebab dalam Islam kebutuhan makan bukan saja untuk mengenyangkan perut dan menghilangkan lapar semata. Tetapi lebih jauh dari itu, tujuan makan supaya badan sehat, akal berjalan bisa beraktifitas (beribadah). Maka barang yang dimakan juga tidak boleh hal yang diharamkan.
Akan tetapi konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di luar ekonomi.
Konsumen muslim dari penghasilannya wajib bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya. Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya.
Bila dilihat dari kaca mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi menurut ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk kebutuhan hidup. Dan Zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam pemerataan kesejahteraan.
Dalam perspektif konvensional, konsumsi inter-temporal dilambangkan terhadap pendapatan, yaitu: Y= C + S, Y sebagai pendapatan, C sebagai konsumsi, dan S sebagai tabungan.
Sehingga dapat dianalisis bahwa pendapatan yang kita peroleh adalah konsumsi dan sisa dari konsumsi atau tabungan. Tabungan tersebut merupakan konsumsi yang digunakan dalam periode kedua.
Bagaimana menurut Islam?, tentunya dalam Islam pendapatan yang diperoleh seharusnya dapat memberikan manfaat bagi orang lain.
Allah SWT berfirman: “Berinfaqlah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Al-Baqoroh: 273)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk menyisihkan harta atau pendapatan yang ia peroleh untuk orang-orang fakir yang berusaha membumikan ajaran-ajaran Allah SWT. Sehingga dari sinilah dalam Islam, konsumsi inter-temporalnya adalah Y = C + Infaq + S. Pendapatan seseorang adalah jumlah dari konsumsi yang ia pakai ditambah infaq dan tabungan untuk konsumsi di masa mendatang.
Untuk kemudahan penyajian, grafis digambarkan dengan dua dimensi sehingga persamaan ini disederhanakan menjadi: Y = FS + S
Dengan FS = C + Infak
FS adalah Final Spending (konsumsi akhir di jalan Allah).
Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang biasa digunakan dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan utility function (fungsi utilitas) dengan budget line (garis anggaran) tertentu atau meminimalkan garis anggaran dengan fungsi utilitas tertentu.
Monzer Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut:
Baik terhadap barang yang dapat diukur dengan angka maupun tidak, tingkat kepuasan tertinggi bagi konsumen mendapatkan barang sebanyak mungkin sesuai dengan pendapatannya. Artinya dalam teori ekonomi konvensional yang dapat membatasi seseorang dalam mendapatkan barang hanyalah anggarannya.
Kepuasan Konsumen Muslim
Selanjutnya bagaimana menurut pandangan Islam terhadap kepuasan konsumen. Menurut Ekomomi Islam konsumen dalam memenuhi kebutuhannya cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum.Kecenderungan memilih ditentukan oleh kebutuhan dan keinginan. Bila yang diinginkan itu suatu kebutuhan maka akan menghasilkan manfaat dan kepuasan, namun jika pemilihan barang didasarkan atas kebutuhan semata tanpa keinginan akan mendapatkan manfaat saja. Sedangkan kandungan mashlahah adalah manfaat dan berkah.
Jadi suatu pengertian bahwa kepuasan konsumen menurut ekonomi Islam berkaitan erat dengan kebutuhan, keinginan, maslahat, manfaat, berkah, dan keyakinan dan kehalalan. Sebab dalam Islam kebutuhan makan bukan saja untuk mengenyangkan perut dan menghilangkan lapar semata. Tetapi lebih jauh dari itu, tujuan makan supaya badan sehat, akal berjalan bisa beraktifitas (beribadah). Maka barang yang dimakan juga tidak boleh hal yang diharamkan.
Rasionalitas Konsumen Muslim
Yang dimaksud dengan rasionalitas dalam teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya.Akan tetapi konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di luar ekonomi.
Konsumen muslim dari penghasilannya wajib bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya. Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya.
Bila dilihat dari kaca mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi menurut ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk kebutuhan hidup. Dan Zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam pemerataan kesejahteraan.
Konsumen Inter-Temporal
Konsumsi Intertemporal (dua periode) adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan datang (periode kedua).Dalam perspektif konvensional, konsumsi inter-temporal dilambangkan terhadap pendapatan, yaitu: Y= C + S, Y sebagai pendapatan, C sebagai konsumsi, dan S sebagai tabungan.
Sehingga dapat dianalisis bahwa pendapatan yang kita peroleh adalah konsumsi dan sisa dari konsumsi atau tabungan. Tabungan tersebut merupakan konsumsi yang digunakan dalam periode kedua.
Bagaimana menurut Islam?, tentunya dalam Islam pendapatan yang diperoleh seharusnya dapat memberikan manfaat bagi orang lain.
Allah SWT berfirman: “Berinfaqlah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Al-Baqoroh: 273)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk menyisihkan harta atau pendapatan yang ia peroleh untuk orang-orang fakir yang berusaha membumikan ajaran-ajaran Allah SWT. Sehingga dari sinilah dalam Islam, konsumsi inter-temporalnya adalah Y = C + Infaq + S. Pendapatan seseorang adalah jumlah dari konsumsi yang ia pakai ditambah infaq dan tabungan untuk konsumsi di masa mendatang.
Untuk kemudahan penyajian, grafis digambarkan dengan dua dimensi sehingga persamaan ini disederhanakan menjadi: Y = FS + S
Dengan FS = C + Infak
FS adalah Final Spending (konsumsi akhir di jalan Allah).
Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang biasa digunakan dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan utility function (fungsi utilitas) dengan budget line (garis anggaran) tertentu atau meminimalkan garis anggaran dengan fungsi utilitas tertentu.
Monzer Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut:
- Islami dilaksanakan oleh masyarakat
- Zakat hukumnya wajib
- Tidak ada riba dalam perekonomian
- Mudharabah merupakan wujud perekonomian
- Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan
Fungsi dan Peningkatan Uilitas
Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera dan nilai-nilai yang dianut, seperti agama dn adat istiadat. Perilaku konsumen dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan marginal utility dan pedekatan indifference curve.Pendekatan marginal utility adalah kepuasan (utility/utilitas) konsumen yang dapat diukur dengan satuan lain.
Pendekatan indifference curve (kurva indiferensi) adalah kepuasan konsumen bisa lebih rendah atau lebih tinggi tanpa mempertimbangkan lebih tinggi atau rendahnya.
Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif (gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya utilitas, kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.
Tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferensi (indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah tingkat kepuasan (utility function) antara dua barang/jasa, yang keduanya memang disukai konsumen.
Teori Utility Function
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukai diantara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga kemungkinan ini :A lebih disukai dari pada B
B lebih disukai dari pada A
A dan B sama menariknya
Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B, dan B lebih disukai daripada C”, maka ia pasti akan mengatakan bahwa A lebih disukai daripada C. Aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal didalam diri individu dalam mengambil keputusan.Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seseorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.Ketiga asumsi diatas dapat diterjemahkan dalam bentuk geometris, yang lebih dikenal dengan kurva indiferensi (indifference curve). Kurva indiferensi adalah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan atau sebagai tempat kedudukan tiap-tiap titik yang melambangkan kombinasi dua macam komoditas (atau berbagai macam komoditas) yang memberikan tingkat kepuasan yang sama.
Optimal Solution
Kombinasi konsumsi yang dapat memberikan kepuasan konsumen secara maksimal yang merupakan optimalitas atau titik optimal bagi konsumen. Untuk mencapai tingkat optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis anggaran dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya.Secara sistematis optimisasi konsumen dapat diformulasikan sebagai berikut:
Teori Konsumsi Islam
Dengan demikian, kepuasaan maksimum seorang konsumen terjadi pada titik dimana terjadi persinggungan antara kurva indifference dengan budget line.Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara:Memaksimalkan utility function pada budget line tertentu
Maksimalisasi utility function pada budget tertentu
Dengan tingkat pengeluaran tertentu yaitu $80, maka kombinasi barang B lebih baik daripada kombinasi R dan S. Kombinasi B lebih baik daripada R, karena dapat mengkonsumsi barang Y lebih banyak; dari segi total pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar $20. Kombinasi B lebih baik daripada kombinasi S, karena dapat mengonsumsi barang X lebih banyak; dari segi total pengeluaran pun terlihat bahwa masih ada yang tidak termanfaatkan sebesar $10.
Meminimalkan budget line pada utility function tertentu
Minimalisasi budget line pada utility function tertentu
Untuk mengonsumsi 20X dan 30Y cukup diperlukan uang $80. Oleh karenanya kombinasi B lebih baik daripada kombinasi T, karena untuk mendapatkan T ia harus membayar lebih mahal untuk jumlah barang yang sama.
Untuk mengonsumsi barang x dan y dengan tingkat kepuasan yang sama, seorang konsumen mempunyai beberapa alternatif garis anggaran yang dibutuhkan. Dengan demikian, optimalisasi konsumen akan terbentuk pada budget line paling kecil untuk mendapatkan kepuasan yang sama.
Baca Artikel Bisnis Lainnya.
Komentar
Posting Komentar
Panduan Berkomentar, Klik disini