Tujuan Zakat dan Dampaknya

Tujuan Zakat

masnasih.com - Zakat yang merupakan instrumen pendapatan dalam Islam tentunya memiliki tujuan tertentu. Zakat yang dibayarkan secara rutin akan berdampak baik terhadap keseimbangan alam. Artikel ini akan membahas tujuan dan dampak zakat.

Tujuan dan Dampak Zakat

Para sarjana ekonomi dan pajak, semenjak dahulu telah menetapkan, bahwa pajak itu mempunyai sasaran kemanusiaan, sasaran social dan sasaran ekonomi; disertai dengan kekuatiran akan berpengaruh pada sasarannya yang utama, yaitu sempurnanya pendapatan dan melimpah ruahnya harta di kas Negara, dibalik pemungutan pajak ini. Aliran ini disebut aliran Hiyah adh-Dharibi/ Pajak Centri.

Akhirnya, setelah perkembangan pemikiran, perubahan keadaan dan bersinarnya nyala kebangkitan, mereka merasa perlu untuk membuang keterikatan kepada pemikiran lama tersebut, agar pajak itu dapat merealisasiterhadap sasaran social dan sasaran ekonomi, seperti memperkecil perbedaan-perbedaan yang terjadi, membuat keseimbangan perekonomian masyarakat dan sasaran-sasaran lainnya. Sedangkan zakat dalam pandangan Islam mempunyai karakteristik lain.

Sesungguhnya Islam telah menjadikan zakat salah satu rukun daripada rukun-rukunnya, salah satu syiar daripada syiar-syiarnya, salah satu pengabdian dan berbagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Seorang Muslim memenuhi kewajiban zakat ini, dengan sifatnya, sebagai kewajiban agama yang suci, dalam rangka melaksanakan perintah-Nya dan mencari ridha-Nya.

Zakat, pada derajat yang pertama, yang dilaksanakan oleh si Muslim dengan sifatnya itu, merupakan salah satu bagian perintah Allah kepada manusia, yang telah diberikanamanah untuk menjadi Khalifah-Nya di muka bumi ini.

Manusia diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya, meramaikan bumi dengan hak dan keadilan, agar hasilnya dapat dirasakan nanti.

Apabila jiwanya telah suci dan hatinya telah bersih dengan berpegang teguh kepada ketentuan dan kewajiban Allah, maka ia berhak untuk mendapatkan nikmat kehidupan di akhirat dan berdampingan dengan Allah di syurga-Nya.

Atas dasar itu pula, hokum tentang zakat di dalam buku-buku fikih Islam, walaupun berbeda-beda mazhabnya, dimasukan dalam bagian ibadah, bertalian sesudah hukum-hukum salat’ mengikuti pola Quran dan sunah.

Sasaran zakat ini, bukanlah semata-mata bersifat materi saja, atau bersifat ruhani saja, akan tetapi mencakup keduanya, materi dan ruhani.

Di samping dianggap penting sasaran zakat di bidang mental dan akhlak, dipandang penting pula sasarnnya dibidang ekonomi dan harta.

Sasaran-sasrab ini pun bukanlah semata-mata bersifat individual dan social saja, akan tetapi diantaranya ada yang kembali kepada pribadi, si pemberi zakat atau si pemberi zakat atau si penerimanya. Dan ada juga yang kembali kepada masyarakat Islam untuk merealisir keamananya, menyebarkan risalahnya dan menguraikan segala kesulitannya.

Bab ini mencakup dua fasal yang pokok:

Pertama: Pembahasan tentang sasaran zakat dan dampak positifnya dalam kehidupan pribadi Muslim

Kedua: Pembahasan tentang sasaran zakat dan dampaknya dalam kehidupan sosial Islam

Tujuan Zakat dan Dampaknya pada Kehidupan Pribadi Si Pemberi

Mensucikan Jiwa dari Sifat Kikir

Zakat yang dikeluarkan si Muslim semata karena menurut perintah Allah dan mencari ridha-Nya, akan mensucikan dari segala kotoran dosa secara umum dan terutama kotornya sifat kikir.

Sifat kikir yang tercela itu, yang merupakan tabiat manusia, yang dengannya manusia diuji, karenanya Allah SWT sebagai rasa sayang-Nya kepada manusia, menanmkan cara-cara untuk menghilangkan rabiat dan watak itu.

Manusia digiriny-Nya untuk bekerja dan meramaikan bumi ini, sehingga timbulah rasa keinginan untuk memiliki, keinginan pada sesuatu benda dan keinginan untuk memiliki selama-lamanya. Sebagai akibatnya rasa kikir pada diri manusia terhadap apa yang ada pada dirinya, lebih mementingkan diri sendiri terhadap hal-hal yang baik dan bermanfaat daripada orang lain.

Zakat Mendidik Berinfak dan Memberi

Sebagaimana halnya zakat mensucikan jiwa si Muslim dari sifat kikir, ia pun mendidik agar si Muslim mempunyai rasa ingin memberi, menyerahkan dan berinfak.

Diantara masalah yang tidak ada perbedaannya antara ulama dibidang pendidikan dan dibidang akhlak adalah bahwa sesuatu adat kebiasaan akan memberikan efek yang dalam pada akhlak manusia, cara dan pandangan hidupnya, karenanya dikatakan (bahwa adat kebiasaan itu adalah tabiat yang kedua), artinya bahwa adat kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan kemampuan yang mendekati (tabiat yang pertama) yang lahir bersamaan dengan lahirnya manusia. Si Muslim yang bersiap-siap untuk berinfak dan mengeluarkan zakat tanamannya apabila panen, pendapatannya apabila ada, zakat hewan ternaknya, uang dan harta pedagangannya, apabila datang tahun, dan mengeluarkan zakat fitrahnya pada setiap hari Raya Idul Fitri. Dengan ini jadilah memberi dan berinfak sifat dan akhlak utama bagi dirinya. Atas dasar itu pula, maka akhlak yang semacam ini merupakan sifat-sifat dari Mu’min muttakin dalam pandangan Quran.

Berakhlak dengan Akhlak Allah

Manusia apabila sudah suci dsri kikir dan batil, dan sudah siap untuk member dan berinfak, akan naiklah ia dari kekotoran sifat kikirnya, sebagaimana firman Allah: “Dan adalah manusia itu sangat kikir”. Dan ia hampir mendekati kesempurnaan sifat Tuhan, karena salah satu sifat-Nya adalah memberikan kebaikan, rahmat, kasih sayang dan kebajikan, tanpa ada kemanfaatan yang kembali kepada-Nya. Berusaha untuk menghasilkan sifat-sifat ini, sesuai dengan kemampuan manusia, adalah berakhlak dengan akhlak-Allah, dan itulah ujung dari kesempurnaan nilai kemanusiaan.

Diantara akibat dari akhlak dermawan serta ruh berbuat kebajikan yang ditumbuhkan oleh Islam pada setiap jiwa Muslim dengan melalui zakat, adalah sedekah jariah yang dikeluarkan oleh Muslim yang baik yang terdahulu yang dimanfaatkan oleh kaum Muslimin sesudahnya, dan contoh lain yang jelas dalam aturan (wakaf kebajikan) yang dilakukan oleh Muwakif kaum Muslimin, semua itu merupakan contoh yang mulia dalam membuktikan kebenaran memberi kebajikan kepada orang lain, dan menyampaikan ruh kebajikan kepada mereka.

Zakat Merupakan Manifestasi Syukur Atas Nikmat Allah

Sebagaimana dimaklumi, dapat diterima oleh akal, diakui oleh fitrah manusia, diseur oleh akhlak dan moral serta diperintahkan oleh agama dan syariat, adalah bahwa pengakuan akan keindahan dan syukur terhadap nikmat itu, merupakan sesuatu keharusan. Zakat akan membangkitkan bagi orang yang mengeluarkannya makna syukur kepada Allah SWT, pengakuan dan keutamaan dan kebaikan-Nya, karena sesungguhnya Allah SWT sebagimana dikemukakan oleh Al-Ghazali, senantiasa memberikan nikmat kepada hamba-Nya, baik yang berhubungan dengan diri maupun hartanya.

Diantara hal yang perlu difikirkan dan dirasakan secara mendalam oleh fikiran dan perasaan kaum Muslimin, adalah bahwa zakat itu diikiti dengan zakat oleh manusia, apakah nikmat itu bersifat materi atau ruhani. Masyhur di kalangan kaum Muslimin ucapan: ‘Zakatlah kesihatanmu, zakatilah mata dan penglihatanmu, zakatilah ilmumu, zakatilah bererhasilan anakmu dan seterusnya”

Zakat Mengobati Hati dari Cinta Dunia

Zakat dari segi lain, merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajibannya kepada Tuhannya dan kepada akhirat, serta merupakan obat, agar hati jangan tenggelam kepada kecintaan akan harta dan kepada dunia secara berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya tenggelam kepada kecintaan dunia, sebagaimana dikemukakan oleh Ar-Razi, dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan kepada akhirat.

Dengan adanya syariat memerintahkan pemilik harta untuk mengelurakan sebagian harta dari tangannya, maka diharapkan pengeluaran itu dapat menahan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta, menahan agar jiwa tidak dikuasainya dan memberikan peringatan bahwa kebahagiaan hidup itu tidaklah akan tercapai dengan penundukan jiwa terhadap harta, akan tetapi justru kebahagiaan itu bisa dicapai dengan menginfakkan harta, dalam rangka mencari ridha Allah. Maka kewajiban zakat itu merupakan obat yang pantas dan tepat dalam rangka mengobati hati agar tidak cinta dunia secara berlebih-lebihan.

Dengan zakat berarti melatih si Muslim untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia, dengan mempersiapkan jiwa untuk menyerahkan harta, semata karena menuruti perintah Allah dan mencari ridha-Nya.

Zakat Mengembangkan Kekayaan Batin

Diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh zakat, ialah tumbuh dan berkembangnya kekayaan batin dan perasaan optimisme.

Sesungguhnya orang yang melakukan kebaikan dan makruf serta menyerahkan yang timbul dari dirinya dan tangannya untuk membangkitkan saudara seagama dan sesame manusia dan menegakkan hak Allah pada orang itu, maka orang tersebut akan merasa besar, tegar dan luas jiwanya serta merasakan jiwa oramg diberinya seolah-olah berada dalam suatu gerakan. Juga orang itu telah berusaha untuk menghilangkan kelemahan jiwanya, menghilangkan egoismenya serta menghilangkan bujukan syaitan dan hawa nafsunya. Inilah makna pengembangan jiwa dan pensucian maknawi, dan ini pula yang mungkin kita fahami dari firmahgn Allah: (Engkau sucikan mereka dan Engkau bersihkan jiwa mereka dengan zakat).

Zakat Menarik Rasa Simpati/Cinta

Zakat, mengikat antara orang kaya dengan masyarakatnya, dengan ikatan yang kuat, penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong. Karena manusia apabila mengetahui ada orang yang senang memberikan kemanfaatan kepada mereka, berusaha untuk memberikan kebaikan kepada mereka dan menolak kemadharatan mereka, maka secara naluriah mereka akan senang kepada orang itu, jiwa mereka pasti akan tertarik kepadanya.

Zakat Mensucikan Harta

Zakat, sebagaimana membersihkan dan mensucikan jiwa juga ia mensucikan dan mengembangkan harta orang kaya. Karena berhubungannya hak orang lain dengan sesuatu harta, akan menyebabkan harta tersebut bercampur/kotor, yang bisa suci kecuali dengan mengeluarkannya.
Dalam sebagian riwayat dikemukakan: “Terkadang telah wajib zakat pada hartamu, kemudian engkau tidak mengeluarkannya, maka harta yang haram akan menghancurkan harta yang halal”.

Bahkan mungkin harta umat seluruhnya akan dihadapkan pada pengurangan, dan akan turun pula berbagai macam penyakit dari langit yang akan merusakkan hasil produksi umum dan menurunkan pendapatan. Itu tidak lain, kecuali akibat dari kemurkaan dan siksaan Allah kepada kaum yang tidak saling tanggung-menanggung, tidak saling tolong-menolong dan orang kayanya tidak menolong fakirnya.

Zakat Tidak Mensucikan Harta yang Haram

Apabila kita menyatakan bahwa zakat itu mensucikan harta, dan menjadi sebab bertambah banyak serta bertambah berkahnya harta, maka pemiliknya melalui cara yang dibenarkan agama.

Adapun harta yang kotor, yang sampai ke tangan pemiliknya melalui rampasan, pencopetan, sogokan atau dengan meninggikan harta atau melalui riba atau perjudian atau melalui bentuk-bentuk lain yang batal, maka sesungguhnya zakat itu tidak memberikan dampak apa-apa, tidak mensucikan dan tidak memberkahkannya.

Zakat Mengembangkan Harta

Zakat, setelah hal-hal tersebut diatas, juga mengembangkan dan memberkahkan harta. Terkadang menganggap aneh sebagian manusia, zakat yang secara lahiriah mengurangi harta, dengan mengeluarkan sebagiannya, bagaimana mungkin akan berkembang dan bertambah banyak.

Tetapi orang yang mengerti, akan memahami bahwa dibalik pengurangan yang bersifat zahir ini, hakikatnya akan bertambah dan berkembang, akan menambah harta secara keseluruhan atau menambah harta orang kaya itu sendiri. Sesungguhnya harta yang sedikit yang diberikan itu akan kembali kepadanya secara berlipat ganda, apakah ia tahu atau tidak tahu.

Sasaran Sakat dan Dampaknya Bagi Si Penerima

Zakat Membebaskan si Penerima dari Kebutuhan

Sesungguhnya islam menghendaki, agar manusia hidup dalam keadaan yang baik, bersenang-senang dengan kehidupan yang leluasa, hidup dengan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi, mereka memakan rizki, baik yang dating dari atas maupun yang tumbuh dari bawah, merasakan kebahagiaan karena terpenuhinya kebutuhan hidup dan hati serta perasaannya merasa aman dengan nikmat Allah yang memenuhi diri dan kehidupannya.

Zakat Menghilangkan Sifat Dengki dan Benci

Zakat, bagi si penerima juga akan membersihkannya dari sifat dengki dan benci. Manusia, jika kekafiran melelahkannya dan kebutuhan hidup menimpanya, sementara di sekelilingnya ia melihat orang-orang hidup dengan bersenang-senang, hidup dalam keleluasaan, tetapi tidak memberikan pertolongan kepadanya, bahkan mereka membiarkannya dalam cengkraman kekafiran. Pasti orang ini hatinya akan benci dan murka kepada masyarakat yang membiarkannya, tidak peduli dengan urusannya. Kebahilan dan egoism hanyalah akan melahirkan kedengkian dan kehasadan kepada setiap orang yang mempunyai kenikmatan.

Tujuan Zakat dan Dampaknya dalam Kehidupan Masyarakat

Zakat dan Tanggungjawab Sosial

Pada sasaran ini ada yang bersifat identitas sosial, seperti menolong orang yang mempunyai kebutuhan, menolong orang-orang yang lemah seperti fakir, miskin, orang yang berhutang dan ibnu sabil.

Menolong mereka meskipun sifatnya pribadi, akan tetapi mempunyai dampak sosial karena masing-masing saling berkaitan erat, sebab secara pasti antara pribadi dengan masyarakat akan saling berpengaruh, bahkan masyarakat itu tidak lain merupakan kumpulan pribadi-pribadi.

Zakat adalah salah satu bagian dari aturan jaminan sosial dalam islam, di mana aturan jaminan sosial ini tidak dikenal Barat, kecuali dalam ruang lingkup yang sempit, yaitu jaminan pekerjaan, dengan menolong kelompok orang yang lemah dan fakir.

Zakat dan Segi Ekonominya

Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata uang, di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan.

Zakat dan Tegaknya Jiwa Umat

Zakat mempunyai sasaran-sasaran dan dampak-dampak dalam menegakkan akhlak yang mulia yang diikuti dan dilaksanakan oleh umat Islam serta dalam memelihara ruh dan nilai yang ditegakkan oleh umat, dibangun kesadarannya dan dibedakan dengan itu kepribadiannya.

Umat, sebagaimana dikemukakan oleh ustadz Bahi al-Khudi, ditentukan oleh tegaknya nilai-nilai ruhaninya bukan oleh nilai-nilai materi saja, bahkan nilai-nilai jasmani, tidak akan ada harganya, tidak akan tegak dalam membina umat tanpa tegaknya nilai-nilai ruhani. Dalam menegakkan nilai-nilai ruhani umat, Islam telah menegakkan tiga prinsip dasar sebagaimana disyaratkan oleh ayat mustahik zakat:

Prinsip Pertama:

Menyempurnakan kemerdekaan bagi setiap individu masyarakat. Dalam hal ini ada nash yang mewajibkan memerdekaan budak belian dari penghambaan antara sesame manusia. Dan ini merupakan syariat pertama yang diketahuimanusia dalam memerdekakan budak belian, dengan mewajibkan kaun Muslimin mengeluarkan sebagian hartanya yang tetap untuk keperluan tersebut.

Prinsip Kedua:

Membangkitkan semangat pribadi manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya dalam menyerahkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, baik mental maupun materialnya atau menolak sesuatu yang buruk yang dikuatirkan akan terjadi.

Prinsip Ketiga:

Memelihara akidah dan pendidikan yang dimaksudkan untuk mensucikan dasar-dasar fitrah manusia, dan terutama untuk menghubungkan manusia dengan Allah, memberikan pandangan kepada seseorang tentang hakikat tujuan hidupnya dan tentang kehidupan akhiratnya yang pasti manusia akan kembali kepadaNya, tidak bisa tidak, karena kepastiannya yang bersifat ajali.

Dengan memelihara pokok-pokok yang tiga ini, zakat berfungsi untuk menetapkan nilai yang tinggi dan nilai maknawi yang asasi, yang harus dipelihara oleh masyarakat islam, bahkan harus ditegakkannya. Dengan ini pula akan terealisir kesempurnaan dan saling tanggung-menanggung dalam kehidupan Islam dan pada semua aturan islam.

Zakat, walaupun secara lahiriah merupakan aturan materi saja, akan tetapi tidak bisa dilepaskan dari akidah, tidak bisa dilepaskan dari ibadah, tidak bisa dilepaskan dari nilai dan akhlak, tidak bisa dilepaskan dari politik dan jihad, tidak bisa dilepaskan dari problematika pribadi dan masyarakat, serta tidak bisa dilepaskan dari hidup dan kehidupan.

Pada pembahasan berikutnya, akan dikemukakan beberapa problematika masyarakat yang penting, yang perlu diperhatikan oleh masyarakat kita, serta perlu diperbaiki dan diobati oleh orang-orang saleh serta kaitan zakat dengan problematika ini atau meringankan efek dan dampaknya.

Problematika dalam Masyarakat Serta Kaitannya dengan Zakat

Problematika Perbedaan

Tujuan zakat itu memberi kecukupan bagi orang-orang fakir, dengan suatu kadar yang mudah dhasilkannya, dan mengeluarkannya dari keadaan membutuhkan pada keadaan mencukupkan yang bersifat kekal. Zakat dengan ini berfungsi untuk merealisir tujuan yang agung, yaitu memperkecil jumlah peminta dan memperbanyak jumlah pemilik.

Itu semua merupakan salah satu tujuan dari tujuan islam yang besar, di bidang ekonomi dan kemasyarakatan, yaitu bersamanya manusia dalam kebajikan dan kemanfaatan yang dititipkan Alla pada pada penciptaaan bumi ini serta menyatakan dan perputaraannya tidak hanya sekelompok orang kaya saja, sementara yang lain tidak mendapat apa-apa.

Allah s.w.t berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ....

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...” (QS.Al Baqarah:29)

Makna ini semua, Bahwa segala yang ada di muka bumi, diciptakan untuk semua manusia, tidak di khususkan pada satu golongan, sementara golongan yang lain tidak. Dari sini dapat diketahui bahwa islam berbuat untuk berlaku adil dalam membagi dan saling mendekat atau meratanya pemilikan dalam masyarakat.

Sesungguhya apabila kita menggambarkan masyarakat Islam yang benar, di mana tiap-tiap anggotanya akan beramal, semata karena memenuhi panggilan islam, mereka akan berjalan di muka bumi yang mudah di manfaatkan, mereka mencari rizki pada tempat yang tersembunyi, menjadi petani, pegawai, pedagang, dan lain sebagainya seseuai dengan kemampuannya. Apabila kita memperhatikan masyarakat ini, maka berapa nisbahnya orang-orang mampu yang wajib kepada mereka zakat dalam kekayaan dan penghasilannya? Nisbah itu tanpa diragukan lagi akan menjadi sangat besar dan hitungannya akan sangat mengagumkan.dan berapa nisbahnya orang yang tidak mampu beramal atas orang yang banyak keluarganya tetapi kecil penghasilannya. Hal ini diragukan lagi akan menjadi kecil sekali dan jumlahnya pun terbatas.

Seseungguhnya musibah yang paling besar yang akan menimpa masyarakat yang akan menggoncangkan kepribadiannya dengan kegoncangan yang luar biasa, yaitu terdapatnya orang kaya yang jahat disamping orang fakir yang hidup dalam kemiskinan. Terdapatnya orang yang memiliki bangunan megah, yang tidak ditempatidan tidak dibutuhkan, sementera di dekatnya terdapat lorong-lorong atau gubuk-gubuk dihuni yang berdesak-desakan oleh sebuah keluarga .

Seseungguhnya tujuan zakat, agar tidak sampai perbedaan yang jauh dan keji ini. minimal tidak tersembunyinya golongan yang mendapatkan kehidupan yang layak baginya, baikk makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Dan maksimal, bahwa zakat itu mengangkat derajat-derajat orang fakir, sehingga mereka dekat dan masuk golongan pemilik dan orang-orang yang berkecukupan.

Problematika Meminta-minta

Islam Melarang Meminta-minta, Dilihat dari Segi Pendidikan dan Praktek

Islam menanamkan pada setiap pribadi muslim untuk membenci meminta-minta, sebagai penddikan akan ketinggian cita-cita dan percaya diri sendiri, dan juga agar terangkat dari lumpur kehinaan. Rasul telah menjadikan hal itu bagian dasar yang berbaiat dengannya, para sahabat, dan mengkhususkan dengan menyebut sebagai rukun baiat yang utama.

Rasulullah SAW telah memberi gambaran kepada mereka (para sahabat), bahwa tangan penerima itu dengan (tangan yang di bawah), sedangkan tangan yang tidak mau meminta atau tangan pemberi dengan (tangan yang di atas). Nabi mengajar mereka agar mereka melatih dirinya untuk tidak meminta-minta kepada orang lain, maka Allah akan memeliharanya dan agar mereka merasa cukup dari bentuan orang lain, maka Allah akan mencukupkan mereka.

Bekerja adalah Prinsip Dasar

Rasulullah SAW mengajarkan pada para sahabat dua prinsip yang agung, dari prinsip-prinsip dasar islam yang lainnya. Prinsp dasar pertama, bahwa bekerja itu merupakan azaz dari berusaha. Wajiblah bagi setiap muslim berjalan di muka bumi ini mencari keutamaan dari Allah. Seseungguhnya bekerja itu walaupun sebagian orang memandangnya dengan pandangan yang menganggap hina adalah lebih utama daripada meminta-meminta kepada orang lain dan mencucurkan air mata mengharapkan belas kasihan oarang.

Haram Meminta-minta Kepada Orang

Prinsip dasar yang kedua, bahwa hukum asal dalam meminta-minta kepada orang adalah haram. Karena dengan meminta-minta itu sama dengan menjatuhkan dirinya dalam kehinaan. Tidak halal bagi setiap muslim menggantungkan diri dengan meminta-minta, kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Apabila ia meminta-minta, padahal dia masih memiliki seseuatu, maka itu akan menyebabkan luka di wajahnya di hari kiamat nanti.

Terhadap maksud ini, ada berbagai macam hadits yang memberikan peringatan dan ancaman yang keras terhadap para peminta-minta ini, diantaranya hadits marfu' riwayat Bukhari-Muslim dan Nasa’i dari Ibnu Umar.

“ Jika seseorang tidak mau berhenti meminta-minta, kelak ia akan mengharap Allah dalam keadaan tidak ada seberat daging pun di wajahnya.”

Kaya Menyebabkan Haram Meminta-minta

Kaya yang menyebabkan haram meminta-minta adalah lebih khusus dari pada kaya yang menyebabkan haramnya menerima zakat. Pencipta syariat sangat memperkuat perbuatan meminta-minta itu dan memberikan peringatan yang luar biasa padanya, sehingga tidak halal bagi si Muslim, kecuali dalam keadaan terpaksa.

Inilah pendidikan islam untuk umatnya, dan ini pulalah pengarahan dan petunjuknya untuk mereka. Akan tetpai petunjuk demikian, pengarahan akhlak dan pendidikan kejiwaan tidaklah cukup kalau tidak disertai dengan pengobatan praktis untuk orang yang meminta karena kebutuhan yang mendesak atas keadaan yang sangat terpaksa.

Pengobatan Praktis dari Meminta-minta dengan Cara Menyibukkan Orang yang Mampu Bekerja

Pengobatan ini tergambar dalam dua masalah. Pertama, mempersiapkan pekerjaan yang sesuai, bagi setiap penganggur yang mampu bekerja. Ini merupakan kewajiban pemerintahan islam bagi masyarakatnya.

Sabda Rasulullah SAW “Tidak halal sedekah itu bagi orang kaya dan orang yang kuat fisiknya.”

Setiap pertolongan yang hanya berbentuk material yang diberikan pada orang yang kuat fisiknya, pada hakikatnya tiada lain sama dengan membiarkan orang itu tetap menganggur. Selain mengurangi hak-hak orang yang lemah, lumpuh dan tidak bisa bekerja. Pemberian yang wajib yaitu sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan menghadapkan seorang dari peminta itu.

Seseungguhnya islam tidak hanya sekedar mengobati orang yag membutuhkan itu dengan pertolongan material yang bersifat sementara saja, sebagaimana difikirkan oleh kebanyakan orang dan bukan pula dengan sekedar nasehat kemudian lari dari permasalahan, akan tetapi islam mengajarkan agar orang itu mampu menghilangkan kesulitan itu oleh dirinya sendiri, serta mengobatinya dengan cara wajar. Nabi mengajarkan pula agar melayani dirinya sendiri, seseuai dengan kemampuannya, walaupun kecil, dan menghabiskan apa yang dimilikinya walaupun sedikit. Ia jangan hanya menyandarkan atas meminta-minta, padahal ia memiliki seseuatu yang bisa dimanfaatkannya dalam memudahkan pekerjaan yag akan mencukupkannya.

Nabi mengajarkan pula, bahwa segala perbuatan yang akan menghasilkan rizki yang halal adalah pekerjaan yang mulia walaupun sekedar mencari kayu bakar lantas dijual. Dengannya Allah akan memelihara kehormatan dirinya dari meminta-minta kepada orang lain. Nabi mengarahkan pula kepada orang itu untuk beramal seseuai dengan kemampuan , kepribadian, kepandaian dan wataknya.

Fungsi zakat dalam masalah ini adalah sangat jelas. Dari sebagian kaitannya dapat diberikan kepada penganggur, akan tetapi tidak mampu bekerja. Untuk memungkinkannya seperti untuk membeli alat-alat pekerjaannya atau modalnya. Dari sebagian harta zakat bisa dipergunakan untuk melatih pekerjaan, yang menjadi sumber suatu pencahariannya, bisa dipergunakan untuk mendirikan proyek-proyek kemasyarakatan seperti pabrik, warung, lahan pertanian dsb, sehingga para penganggur bekerja sungguh-sungguh di dalamnya dan menjadi milik mereka bersama, sebagian atau seluruhnya.

Jaminan Kehidupan bagi Orang yang Tidak Mampu Bekerja

Adapun masalah kedua merupakan pengobatan nyata terhadap pekerjaan meminta-minta dalam pandangan islam, adalah jaminan kehidupan yang layak bagi orang yang tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuannya bekerja, karena dua sebab:

Pertama, karena lemah jasmani, sehingga menyebabkan ia tidak mampu bekerja, seperti karena umur masih muda, tidak mempunyai keluarga seperti anak yatim, atau karean tidak sempurna angota tubuhnya atau sakit keras yang luar biasa. Sebab badaniah itu yang menyebabkan seseorang diuji dengannya dan tidak memiliki cara untuk mengatasinya. Orang seperti itu harus diberi zakat, seseuatu yang mencukupkannya sebagai penambah atas kelemahannya dan menunjukan rasa kasih sayang karena kelemahannya sehingga tidak menjadi beban masyarakatnya.

Kedua, tidak mampu bekerja karena tertutupnya pekerjaan halal bagi orang yang melakukannya, meskipun sudah berusaha mencari dengan sekuat tenaga dan walaupun penguasa sudah mencarikan pekerjaan bagi mereka. Mereka dimasukkan ke dalam golongan orang cacat jasmani, walaupu sebenarnya fisik mereka kuat.

Dengan penjelasan ini, jelaslah bagi kita, sesatnya kebanyakan orang yang menyangka, bahwa zakat itu adalah sedekah yang harus diberikan kepada setiap orang yang meminta-minta, dan bagikan kepada setiap orang yang meminta hadiah. Dan menyangka pula setiap orang zakat itu difahamkan sebagaimana disyariatkan Islam, dikumpulkan sebagaimana perintah islam untuk dibagikannya, maka zakat adalah merupakan cara yang terbaik untuk menghilangkan segala bentuk meminta-minta dan mengemis.

Problematika Dengki dan Rusaknya Hubungan dengan Sesama

Persaudaraan adalah Tujuan Islam yang Asasi

Salah satu tujuan islam yang bersifat asasi, yaitu menegakkan persaudaraan antara seluruh umat manusia secara keseluruhan dan anggota masyarakat secara khusus.

Apabila persaudaraan sudah tegak, yaitu dengan terciptanya rasa cinta mencintai dan rasa sayang menyanyangi, yang akan membuahkan rasa tanggungjawab dan saling tolong menolong, maka akan tegaklah pula rasa kedamaian, keselamatan dan ketenangan dalam masyarakat.

Ciri Masyarakat yang Berdasarkan Persaudaraan Islami

Kita telah mengetahui contoh atau ciri masyarakat yang berdasarkan persaudaraan dan kasih sayang, yaitu pada masyarakat islam periode pertama, yaitu: Masyarakat Madinatur-Rasul.

Meskipun disana terdapat perbedaan-perbedaan akan tetapi mereka tetap hidup berdasarkan rasa persaudaraan ini.

Dalam keadaan itu semua dibawah naungan keimanan tegaklah persaudaraan yang tiada bandingnya, yang tidak pernah terlihat oleh mata, keadaan yang seperti itu. Kita melihat anggota masyarakat mencintai yang lain, seperti mencintai dirinya sendiri, membenci apa yang dibencinya, seperti membenci dirinya sendiri. Mereka melihat bahwa tiada sempurna iman tanpa itu semua.

Qur’an telah memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk masyarakat yang utam ini, dengan firman-Nya:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9)

Artinya:

“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar (8). Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung (9).” (QS. Al Hasyr: 8-9)

Islam Ditegakkan untuk Diamalkan

Itulah masyarakat yang diciptakan islam, yang gambaran idealnya bisa diperhatikan oleh kedua mata, dipandang oleh mata-mata lainnya, disayangi oleh jiwa-jiwa dan diamalkan oleh orang-orang yang ikhlas, sehinnga menjadi suatu kenyataan yang dapat dirasakan orang.

Pembunuhan Terjadi Sejak Dahulu pada Manusia

Pembunuhan ini terjadi sejak manusia berada dimuka bumi ini dalam satu keluarga, yang terdiri dari kedua orang tua dan anak-anak, yaitu Adam, Hawa, putra dan putri.

Hal itu tidak menghalangi seorang saudara berlaku aniaya pada saudara yang lain, sehingga membunuhnya dengan zalim dan permusuhan.

Pada kehidupan manusia yang masih dini itu, dimana manusia belum mengetahui bagaimana mayat itu dibungkus, dan tidak pernah ada mayat yang dikubur sebelumnya, manusia sudah ada yang membunuh saudaranya, yaitu saudara ayah dan ibu.

Perhatian Islam terhadap Permusuhan dan Pertentangan

Apa yang dikatakan islam, sebagai agama yang tinggi nilainya nilainya yang memerhatikan kenyataan, untuk mengobati problematika kemanusiaan yang lama dan baru ini?

Andaikan pertentangan dan pembunuhan itu bukan hal yang sudah ada nashnya, sehubungan dengan watak kemanusiaan, tentu hal itu tidak akan ada artinya, untuk dibiarkan merembes bahayanya, berkembang keburukannya dan bertambah keburukannya itu akibat keburukannya itu dari hari ke hari.

Sesungguhnya pertentangan dan permusuhan itu ketika terjadi, adalah menyerupai kebakaran ketika menyala. Apakah kebakaran itu akan dibiarkan menghabiskan tanaman yang hijau dan kering, dan masyarakat cukup dengan mengibas-ibas dan berteriak? Tidak, masyarakat harus mengerahkan segala kemampuan untuk memadamkan api, secepat mungkin. Dan tidaklah mengapa, masyarakat menyiapkan anak laki-lakinya untuk memadamkan api kebakaran ini, dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

Masyarakat, dengan demikian bertanggungjawab untuk memadamkan segala bentuk api kebakaran yang menimpa satu rumah atau lebih. Apabila memandang enteng usaha memadamkan, maka dikuatirkan akibat keburukannya akan menimpa semua masyarakat.

Masyarakat Wajib Berusaha Mendamaikan

Permusuhan-permusuhan ini adalah kebakaran dalam bentuk yang lain, yaitu kebakaran yang tidak menghancurkan bangunan dan batu, tidak menghabiskan kayu dan benda-benda akan tetapi ia memakan kalbu dan nurani dan menghancurkan rasa kecintaan dan kebaikan dalam setiap hati.

Masyarakat harus bertanggungjawab pula untuk memadamkan api kebakaran maknawi ini yang membahayakan iman dan akhlak.

Setiap anggota masyarakat hendaknya berusaha memadamkan perpecahan apapun juga yang terjadi, walaupun antara suami dan istrinya. Hendaknya perpecahan itu diurus dan diselesaikan oleh keluarga dari suami istri itu, sehingga perpecahan tidak sampai meluas pada puncaknya.

Komisi Berdamai

Sebagaimana masyarakat menetapkan adanya orang-orang yang khusus untuk memadamkan api kebakaran, yang dibekali dengan kendaraan-kendaraan dan blan-bir, maka mestilah dalam keadaan lebih utama untuk ditetapkan oprang-orang tertentu yang bertugas mendamaikan diantara mereka, dengan bentuk komisi berdamai pada setiap daerah atau kampung, yang bertugas berusaha mendamaikan permusuhan dan berusaha dengan segala cara menghilangkan akibatnya.

Rintangan Harta
Hanya saja dalam masalah ini terdapat rintangan dalam mendamaikan dan menghilangkan perbedaan, yaitu rintangan harta. Dalam hal ini kadangkala terdapat diat atau tantangan lain yang dibebankan pada salah satu kelompok tersebut, atau salah satu golongan itu mempunyai beban pada yang laiinya, yang tidak mampu mengembalikannya, sedangkan golongan lain tidak membebaskannya. Dan tidak akan maslahat apabila hal itu diwajibkan dengan kekerasan karena melihat pihak yang bersengketa dan berperkara. Kalau demikian bagaimana cara mengatasi rintangan ini?

Mengatasinya mudah sekali. Hal itu telah dijelaskan pada bagian asnaf orang yang berutang. Telah dijelaskan pada bagian tersebut, bahwa yang termasuk orang yang berutang itu, adalah golongan manusia yang mempunyai hati nurani yang tinggi, yang dikenal masyarakat Arab dan Islam. Salah seorang diantara mereka memberanikan diri untuk mendamaikan dua keluarga atau dua kelompok yang bersengketa dan mengeluarkan biaya seperti diat dan tanggungan lainnya untuk mendamaikan itu, dari hartanya sendiri, agar supaya padam api fitnah dan tetaplah ketenangan dan kedamaian. Adalah termasuk keutamaan islam untuk menolong mereka itu dari harta zakat, demi tujuan yang mulia itu.

Persoalan Fikih

Akan tetapi apakah mesti menyerahkan dulu seseorang dari hartanya untuk mendamaikan itu, kemudian setelah itu diganti, agar jelas termasuk (orang yang berutang )

Problematika Bencana

Hidup Berkecukupan dan Aman

Islam telah menganjurkan agar setiap orang hidup dalam suasana berkecukupan dan merasa aman dari ketakutan, agar ia mampu beribadah kepada Allah dengan khusyu’ dan penuh kebajikan.

Atas dasar itu pula, kita melihat syariat islam bertanggungjawab terhadap setiap orang yang hidup dibawah kekuasaannya, Muslimkah dia atau bukan, untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, dimana ia mendapatkan makanan, pakaian dan perumahan serta mendapatkan kemudahan dalam pengobatan dan pendidikan.

Kitapun melihat dalam peraturan zakat, bagaimana ia memegang peranan penting untuk mengobati problematika kefakiran, dengan mempersiapkan pekerjaan bagi setiap penganggur dan memberi kecukupan pada setiap orang yang membutuhkan, baik untuk dirinya maupun keluarganya, dalam periode waktu satu tahun, menurut satu pendapat atau seumur hidupnnya menurut pendapat lain. Barangsiapa yang memiliki sebagian dari kebutuhannya maka hendaknya ia diberi untuk menyempurnakan kebutuhan itu, untuk mengangkat derajat kehidupannya.

Bencana Karena Faktor Zaman

Manusia terkadang berkecukupan dalam hidupnya bahkan berkelebihan, akan tetapi waktu kadangkala tidak tinggal diam, ia membuat kejadian-kejadian yang mengejutkan, yang menyebabkan orang kaya menjadi fakir, hina setelah berkuasa, gelisah setelah aman dan tenteram.

Itulah kesulitan-kesulitan yang mengejutkan dimana manusia tidak sanggup menarik dan menolaknya

Adakalanya pedagang dalam kehidupan yang leluasa, akan tetapi kapalnya tenggelam, padahal membawa barang dagangannya, atau terbakar tempat dagangannya, padahal didalamnya penuh dengan modal pokoknya. Petani yang menanam lalu turun musibah dari langit yang menghabiskan semua tanamannya. Kadangkala setelah rusak orang itu menjadi bingung.

Bencana Menyebabkan Tersusunnya Aturan Pengamanan di Negara Barat ( Sistem Asuransi )

Bencana ini menyebabkan rusaknya pusat-pusat keramaian dan membuat fakir manusia yang menginginkan kekayaan, menyebabkan banyak orang yang merasa takut akan harta perdagangannya, pabriknya, modal pokoknya, dan keturunan sesudahnya

Mereka membahas tentang sesuatu yang menyebabkan mereka merasa aman dari kejadian alami dan peniggalan masa. Diantaranya adalah system pengamanan/asuransi, yang dikenal didunia barat pada kurun terakhir ini dalam bentuk yang beraneka ragam.

Sistem Asuransi Islam (Pengamanan Islam)

Sebelum masyarakat Barat mengetahui system asuransi beberapa waktu itu, masyarakat islam sudah membuat pengamanan bagi anggotanya dengan cara yang khusus, karena sesungguhnya (Baitul Mal Kaum Muslimin) adalah syarikat pengamanan yang besar, dimana dapat berlindung didalamnya setiap orang yang disusahkan oleh keadaan. Dalam kas situ orang akan mendapatkan pertolongan dan santunan. Islam tidak membiarkan orang yang mendapatkan musibah menunggu pemberian dermawan, walaupun hal itu tidak dilarang, bahkan menyuruhnya, karena untuk menumbuhkan perasaan kebajikan dan kasih sayang pada orang lain.

Nabi s.a.w. telah bersabda kepada para sahabat, ketika seseorang menyampaikan kepadanya bahwa ia mendapatkan musibah:”bersedekahlah kamu sekalian kepadanya”. Lalu para sahabat bersedekah kepada orang tersebut.

Bagian Gharimin (orang yang berutang), Berarti Memberikan Harapan Kepada Orang-orang yang mempunyai kesulitan

Benar, Islam tidak membiarkan orang yang mendapatkan musibah menunggu sumbangan-sumbangan orang-orang saja, akan tetapi telah memberinya bagian dari baitul mal dan juga dari zakat itu sendiri dengan diatur oleh penguasa tanpa rasa takut dan malu. Setiap orang muslim berhak mendapatkan bagiannya dari baitul mal.

Terdapat pula dalam penjelasan para mufassir bahwa makna “gharimin” pada ayat zakat yaitu: “orang yang runmahnya terbakar atau hartanya terbawa banjir, lalu ia mempunyai utang untuk keluarganya”

Berapa Besar Orang yang Mendapatkan Musibah Diberi Bagian Zakat

Semua orang yang mendapatkan musibah berhak mendapatkan “gharimin” bahkan dari bagian “fuqaha dan masakin”, agar dengan musibah ini mereka tegak sama seperti orang lain, tidak kecewa dan berputus asa seperti orang-orang yang berputus asa.

Problematika Membujang

Tidak Ada Kerahiban Dalam Islam

Islam tidak melepaskan kendali begitu saja, kepada keinginan manusia, sehingga berjalan tanpa ikatan, karenanya Islam mengharamkan zina dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Akan tetapi disisi lain Islam melarang kebalikannya, menutup keinginan sama sekali, karenanya islam menganjurkan pernikahan dan melarang dengan keras hidup menyepi dan memutuskan syahwat.

Muslim dilarang menghindar dari pernikahan dalam keadaan mampu melakukannya, dengan alasan menyepi karena Allah, atau alasan sibuk ibadah, menjadi pendeta dan memutuskan diri dari keramaian dunia.

Pernikahan itu wajib bagi setiap muslim, selama ia mampu melaksanakannya. Tidak dihalalkan meninggalkannya, karena takut tidak mempunyai rizki atau takut berat tanggungjawabnya. Baginya wajib berusaha, mencari karunia Allah dan pertolongan-Nya, yang telah dijanjikan-Nya pada orang yang berkeluarga yang tujuannya ingin memelihara dirinya.

Dan diantara anugerah dan pertolongan Allah yang dijanjikan pada setiap mukmin yang akan melaksanakan pernikahan karena ingin membersihkan dirinya, yaitu masyarakat Islam, melalui pemerintah atau yayazan zakat, hendaknya menolong mereka dalam mas kawin dan nafkah keluarga, jika benar-benar membutuhkannya, sehingga ia mampu memenuhi seruan Islam untuk menjaga pandangan dan kemaluannya, menegakkan keluarga islam serta mengetahui ayat-ayat Allah yang telah dijelaskan, sebagai nikmat kepadanya.

Problematika Mengungsi

Al-Quran telah memerintahkan berbuat baik kepada ibnu sabil, kemudian menjadikannya sebagai kelompok akhir yang berhak menerima zakat.

Tentu hal ini tidak lain kecuali setiap muslim menyadari bahwa setiap manusia harus memiliki rumah tinggalnya, di makhruhkan padanya untuk menjadi anak jalanan. Dari sinipun ditetapkan pula dalam syariat, bahwa setiap manusia harus memiliki rumah yang layak, baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya. Dan ini dianngap sebagai suatu kebutuhan primer yang mesti dipenuhi manusia dalam kehidupannya.

Ibnu Hasan berpendapat tentang kebutuhan-kebutuhan primer yang harus dipenuhi manusia dalam pandangan ajaran islam; ‘Diwajibakan pada setiap orang yang kaya disetiap Negara untuk memenuhi kebutuhan orang fakir, dan bila perlu dipenuhi oleh penguasa, jika harta zakat dan harta fa’I tidak mencukupinya. Mereka harus diberi makanan pokok yang menguatkanyya, mereka harus dipenuhi pakaian pada musim dingin dan pada musim panas, dan rumah yang dapat melindungi dari terik matahari, hujan, dan air bah.

Kesimpulan

Zakat merupakan bagian dari aturan Islam yang sempurna, yang disyariatkan Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia dan untuk memaslahatkan kehidupannya. Zakat itu sendiri tentu tidak mampu untuk menghilangkan segala problematika masyarakat, sebagaimana yang telah dibahas sebagian atau seluruhnya, pada masyarakat yang meremehkan ajaran islam dan syariatnya pada kehidupannya yang lain serta perjalanan hidupnya tidak sesuai dengan akhlak dan moral islam.

Islam adalah ajaran yang mencakup semua segi kehidupan dan yang bertalian erat dengan yang lainnya, tidak boleh mengambil sebagian dan mencampakan sebagiannya lagi, sebagaimana tidak dibolehkannya mengembalikan suatu persoalan kepada ajaran diluar Islam, lalu untuk sebagiannya ditambalnya dengan aturan Islam, seperti halnya zakat. Tambal Sulam yang semacam ini tidak akan membawa hasil yang baik.

Obat yang paling mujarab adalah mengambil Islam dengan seluruh sistemnya.

Referensi

Qardawi, Muh. Yusuf, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, terj. Salman Harun dkk., Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2015.

Baca Artikel Zakat Lainnya.

Komentar

Postingan Populer