Zakat Investasi Properti

Zakat Investasi Properti

masnasih.com - Sekarang ini, modal dalam bentuk uang tidak hanya dikonsentrasikan kepada pengolahan tanah dan perdagangan, tetapi, juga sudah mengarah kepada pendirian bangunan untuk disewakan, pabrik-pabrik atau sarana transportasi udara, laut dan darat, serta peternakan. Semuanya itu (pada dasarnya) tidak wajib untuk dikeluarkan zakatnya kecuali pada income yang diperoleh, produksi yang dihasikan, dam pada keuntungan yang didapatkan.

Meskipun jumhur fuqaha tidak memberikan pernyataan atas wajibnya zakat untuk harta kekayaan seperti yang disebutkan diatas, mereka mngetakan, “Tidak ada Zakat dalam real estate, perabot rumah tangga, alat-alat kerja, dan kendaraan”, zakat untuk kekayaan seperti itu perlu dikeluarkan, karena adanya sifat (‘illat) yang sama yaitu adanya pertumbuhan dan pertambahan pada harta kekayaan terebut. “Hukum selalu dikenakan atas sesuatu yang memiliki illat yang sama. Di samping itu, alasan lainnya ialah bahwa pewajiban zakat atas barang-barang tersebut juga mengandung hikmah yang amat banyak, antara lain penyucian diri orang-orang yang memiliki harta kekayaaan tersebut dan penyamaan hak atas orang-orang yang membutuhkannya, serta danya partisipasi orang tersebut dalam mengentaskan kemiskinan.

Lalu bagaimana kejelasan dari pembahasan ini,mari kita coba bahas dalam makalah ini.kami sebagai pemakalah mencoba menelusuri berbagai referensi yang ada, juga situs internet, semoga kita bisa memahaminya kelak.

Zakat Investasi Properti

Pengertian Zakat Investasi

Investasi adalah penanaman modal atau uang dalam proses produksi dengan pembelian gedung-gedung permesinan,bahan cadangan,penyelenggaraan ongkos,serta perkembanganya. Dengan demikian,cadangan modal di perbesarsejauh tidak perlu ada modal barang yang harus di ganti.Demikian menurut ensiklopedia dalam indonesia.

Pada saat ini penanaman modal di laksanakan dalam berbagai bidang usaha,seperti perhotelan,perumahan,wisma,pabrik,transportasi pertokoan, dll.

Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi, misalnya bangunan atau kendaraan yang disewakan. Hal ini dilakukan oleh suatu perusahaan jika ia memiliki surplus anggaran untuk membiayai kegiatan pokoknya. Tujuan investasi ini adalah untuk menghasilkan income ataupun dengan tujuan niaga.

Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dll.

Investasi jangka panjang dapat berupa investai surat-surat obligasi dan investasi real estat. Pada zaman modern sekarang, investasi merupakan sektor ekonomi yang amat vital. Yang dimaksud dengan zakat investasi adalah kekayaan yang tidak wajib atau materinya tetapi hasil dari produknya.

Berikut contoh harta yang termasuk investasi ini antara lain.
  1. Rumah yang disewakan untuk kontrakan atau rumah kost. Hotel dan properti yang disewakan seperti untuk kantor, toko, showroom, pameran atau ruang pertemuan.
  2. Kendaraan seperti angkot, taxi, bajaj, bus, perahu, kapal laut, truk bahkan pesawat terbang.
  3. Pabrik dan industri yang memproduksi barang-barang.
  4. Lembar-lembar saham yang nilainya akan bertambah.
  5. Sepetak ladang yang disewakan.
  6. Hewan-hewan yang diambil manfaatnya seperti kuda sebagai penarik, atau domba yang diambil bulunya.
Wahbah al-Zuhaili di dalam al-fiqh al-islamy wa Adil-latuhu menyatakan, bahwa pada saat ini modal dalam bentuk uang tidak hanya di konsentrasikan kepada pengolahan tanah dan perdagangan, akan tetapi juga sudah diarahkan kepada pendirian bangunan-bangunan untuk disewakan, pabrik-pabrik, sarana transportasi udara, laut, darat, dan lain sebagainya.

Yusuf al-Qardhawi dalam Fiqh Zakat mengistilahkan kegiatan ini dengan al-musthaghallat atau invetasi, baik untuk disewakan maupun untuk melakukan kegiatan produksi yang kemudian dijual. Ia memberikan contoh perumahan, alat transportasi yang disewakan, bahkan juga pabrik-pabrik yang memproduksi berbagai komoditas untuk kemudian dijual di pasar-pasar.

Landasan Hukum

Para Ulama yang tidak mewajibkan zakat

Sebagian ulama seperti Ibnu Hazm (w.465 H) dan beberapa Ulama lainnya, sebagaimana dikutip oleh Didin Hafidhuddin, menyatakan bahwa harta tersebut bukan merupakan sumber zakat. Karenanya zakat menjadi tidak wajib pada harta tersebut. Mereka mengemukakan bebrapa alasan, sebagai berikut :
  1. Rasulullah SAW, telah menjelaskan secara rinci sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya. Ternyata sumber-sumber tersebut tidak terdapat dalam penjelasannya, atau dengan perkataan lain, tidak ada nash dari Rasulullah saw yang mewajibkan zakat terhadap benda-benda tersebut.
  2. Mereka juga berpendapat bahwa para ulama’ fiqh, sepanjang masa dan waktu tidak ada yang mewajibkannya 

Para Ulama yang Mewajibkan Zakat

Selanjutnya menurut Didin bahwa sementara kelompok lain seperti ulama’ mazhab Hambali, mazhab Maliki, ulama’-ulama’ hadawiyyah dari mazhab Zaidiyyah, juga Abu Zahra, Abdul Wahhab Khallaf dan Abdurrahman Hasan, berpendapat bahwa harta-harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya . adapun alasannya sebagai berikut :
  1. Dalam berbagai ayat al-Qur’an. Seperti surah al-Taubah 103 terdapat perintah yang mewajibkan mengeluarkan zakat bagi segala macam harta yang dimiliki.
    Surat At-taubah ayat 103.

    خُذْ مِنْ أَمْوَلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَ تُزَ كِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيهِمْ إنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمُ

    “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”(at-Taubah: 103).

    Juga terapat hadist yang bersifat umum, seperti riwayat imam Turmudzi dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “Apabila engkau telah mengeluarkan zakat harta engkau, maka engkau telah melaksanakan kewajiban.”

    Juga sabdanya : “Keluarkanlah oleh kamu sekalian, zakat harta kamu sekalian.”
  2. Alasan diwajibkan zakat pada suatu sumber zakat, sebagaimana yang disepakati para fuqaha’ adalah tumbuh dan berkembang. Harta yang tidak berkembang, seperti rumah tempat tinggal. Perhiasan yang dipakai wanita, kda yang dipergunakan untuk perang, sapi dan unta yang dipekerjakan, adalah tidak wajib zakat, berdasarkan ijma’ ulama’. Sedangkan harta dalam berbagai bentuk terdapat alasan kuat untuk mewajibkan zakat apadanya.
  3. Di antara hikmah disyari’atkan zakat adalah untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dan hati pemilik harta, menyantuni prang-orang yang membutuhkan, seperti fakir dan miskin, keikutsertaan para pemilik harta untuk membe;a agama, dan menjaga serta menyebarkan dakwa Islam, semua itu akan terealisasi, manakala para pemilik harta mau mengeluarkan zakat harta yang dimilikinya. 

Nishab, Waktu, Ukuran, dan Cara Mengeluarkan Zakat

Yang Wajib dizakati adalah Hasil Bukan Modal

Zakat Investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Di antara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, dan investasi pada ternak atau tambak. Yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan dari nilai investasi itu, tetapi pemasukan hasil dari investasi itu. Apabila bentuknya rumah kontrakkan, maka yang dizakati adalah uang sewa kontrakannya, dan apabila kendaraan yang disewakan, maka uang sewanya. Bila pabrik dan industri, maka nilai poduknya. Bila saham, maka nilai pertambahannya.

Dikurangi dengan Kebutuhan Pokok

Pengeluaran zakatnya bukan dihitung berdasarkan perputaran tahun, tetapi berdasarkan pemasukan hasil. Kapan menerima uang masuk, maka dikeluarkan zakatnya.

Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil pemasukan dari investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok. Ini adalah salah satu pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang pemasukanya relatif kecil, sedangkan kehidupannya sangat tergantung pada investasi ini. Jadi , pengeluaran zakatnya bukan dari pemasukan kotor, tetapi pengeluaran zakatnya setelah dikurangi dengan pengeluaran kebutuhan pokoknya.

Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang harus dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini agaknya lebih cocok bagi pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga pemiliknya hidup berkecukupan.

Nisab Zakat Investasi

Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi. Dengan demikian, zakat investasi lebih dekat dengan zakat pertanian, yaitu seharga 520 kg beras tiap panen. Apabila harga 1 (satu) kg besar Rp. 2.500,- maka 520 kg x Rp. 2.500,- hasilnya adalah Rp. 1.300.000,-. Pendapat ini diikuti oleh ulama’ modern seperti Yusuf al-Qardhawi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf, dan Abdurrahman Hasan.

Dengan demikian zakat Investasi dikeluarkan pada saat mengehasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5% atau 10% dengan perincian 5% untuk penghasilan bersihdan 10% untuk penghasilan kotor.

Adapun nisab zakat investasi mengikuti nishab zakat pertanian. Para ulama’ bependapat bahwa nishab zakat investasi adalah jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu terjadi tiap waktu. Bila nilai total pemasukan bersih setelah dikurangi dengan biaya operasional melebihi Rp. 1.300.000,- maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Besar Zakat yang Harus Dikeluarkan

Para ulama mengqiyaskan zakat investasi ini dengan zakat pertanian yaitu antara 5 % hingga 10 %. Contoh: Pak Haji Zaenal punya rumah kotrakan petak 8 pintu di daerah Ciganjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi setiap bulan beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp. 1.200.000,-.

Namun ini adalah pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak Haji Zaenal ini semata-mata menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah keluarga yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab zakat investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-.

Karena itu zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % dari pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih tiap bulan 5 % x Rp. 200.000 = Rp. 20.000,-.

Angka ini tidak terasa memberatkan bagi seorang Haji Zaenal yang bukan termasuk investor kaya.

Contoh lain: PT. Riska Prima memiliki 1000 armada taxi. Uang setoran bersih tiap taxi setelah dipotong biaya perawatan dan lain-lain adalah Rp. 100.000,- perhari. Separo dari armadanya masih berstatus hutang kredit. Sehingga uang setoran untuk ke-500 armada itu digunakan untuk mencicil pembayaran.

Maka dalam sehari pemasukan bersihnya adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-.

Zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- perhari. Dalam setahun akan terkumpul dana zakat dari PT Riska Prima uang zakat sebesar 365 x Rp. 2.500.000,- = Rp. 912.500.000,-.

Jumlah yang lumayan besar ini tentu sangat berarti untuk mengentaskan kemiskinan umat Islam. Seandainya semua perusahaan taxi milik umat Islam menerapkan zakat dalam perusahaannya, banyak hal yang bisa dikerjakan.

Waktu Pengeluaran Zakat Investasi

Sedangkan waktu pembayarannya berdasarkan perbedaan penghitungan nishab oleh para ulama’, maka waktu pembayarannya pun dibedakan. Apabila mengenut pendapat pertama, maka zakatnya dikeluarkan saat menerima setoran. Dan apabila menganut pendapat kedua, maka membayar zakatnya tiap satu tahun atau haul, yaitu hitungan tahun dalam sistem Hijriyah.

Para ulama’ menganalogikan zakat investasi ini dengan zakat pertanian, yaitu antara 5% hingga 10%. Adapun cara pembayaran zakatnya adalah jika perusahaan yang mengeluarkan saham itu telah berkewajiban zakat atas pemilik saham. Tetapi jika belum, maka si pemilik harus menzakatkannya sesuai dengan tujuan apa ia memiliki saham tersebut. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tujuan investasi ini adalah untuk menghasilkan income ataupun dengan tujuan niaga.

Investasi saham untuk Tujuan Menghasilkan Income

Yaitu investasi berupa saham yang dimiliki dengan tujuan untuk mengembangkan kekayaan dan memberikan pemasukan yang dinamakan juga dengan istilah investasi jangka panjang. Investasi itu bisa masuk dalam kelompok aset tetap dan aset beredar yang ditaksir berdasarkan harga terendah di antara harga beli (harga tercatat) atau pun harga pasarannya dan harus disediakan dana penurunan harga saham bila harga pasarannya lebih rendah dari pada harga tercatatnya. 

Penaksiran dan Hukum Syariatnya ada Dua Macam

Bila pemilik saham dapat mengetahuinilai setiap saham dari asetzakat perusahaan yang mengeluarkannya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya sebesar 2.5%. jika tidak diketahui, maka ia harus menggabungkan income yang dihasilkan dari saham itu dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan kemudian membayarkan zakatnya sebesar 2.5%.

Catatan:

Penghitungan dalam pembayaran zakat didasarkan atas harga pasaranya sehingga dana yangdialokasikan untuk penurunan harga obligasi itu tidak diambil dari aset-aset yang harus dizakatkan.

Investasi Berupa Saham untuk Tujuan Niaga

Yaitu investasi berupa saham yang dibeli untuk tujuan diperdagangkan atau dijual kembali agar menghasilkan keuntungan. Saham yang seperti ini ditaksir berdasarkan harga terendah di antara harga tercatat atau harga pasarannya dengan menyediakan dana apabila harga pasarannya itu lebih rendah daripada harga tercatatnya.

Penaksiran dan hukum syariatnya : investasi saham yang diperdagangkan ini ditaksir dengan harga pasaran ketika telah tiba haulnya dan digabungkan dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan.

Untuk contoh perhitungan zakat investasi ini dapat dilihat dalam tabel berikut :

Harta yang wajib dizakati jumlah

Saham Rp 2.500.000

Cek Rp 2.500.000

Surat Obligasi Rp 500.000

Sertifikat Investasi Rp 1.500.000

Deposito Rp 2.500.000

Rekening Rp 500.000

Jumlah Keseluruhan Rp 10.000.000

Kewajiban yang harus dibayarkan

Hutang Rp 1.500.000

Hak-hak Orang lain Rp 500.000

Jumlah Keseluruhan Rp 2.000.000

Bejana zakat Rp 8.000.000

Kadar nishab adalah seharga 85 gram emas. Seandainya harga setiap gram emas adalah Rp. 50,000,- maka nishabnya adalah Rp. 4,250,000,-. Dengan demikian, bejana zakat mencapai nishab dan harus dihituh zakatnya. Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp. 8.000.000,- x 2,5% = Rp. 200.000,-

Pendapat Ulama Mengenai Zakat Investasi

Zakat Investasi : Antara yang Berpandangan Sempit dan Luas

Pandangan Orang yang Berpandangn Sempit Tentang Kekayaan yang Wajib Zakat

Pandangan orang yang berpandangn sempit tentang kekayaan yang wajib zakat berpendapat sebagai berikut:
  1. Rasulullah telah menentukan kekayaan yang wajib akat, tetapi tidak memasukan didalamnya harta benda yang dieksploitasi atau yang disewakan seperti gedung, binatang, alat-alat dan lain-lain. Yang prinsip adalah bahwa pada dasarnya manusia ini bebas beban, prinsip ini tidak bisa dilanggar begitu saja tanpa nash yang benar dari Rasul, sedangkan nash seperti itu dalam masalah ini tidak ada.
  2. Hal itu didukung oleh kenyataan bahwa ulama fiqih dalam berbagai masa dan asal tidak pernahmengatakan bahwa hal itu wajib zakat. Bila mereka pernah mengatakan demikian tentu akan sampai kepada kita.
  3. Bahkan mereka hanya mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa rumah tinggal, alat-alat kerja, hewan tunggangan, dan perabot rumah tangga tidak wajib zakat.
Pandangan sempit tentang kekayaan apa saja yang wajib zakat itu sesungguhnya merupakan pandangan lama yang sudah dikenal sejak zaman salaf, ditegakkan dan dibela oleh pemuka mahzab Zahiri terkemuka, Ibnu Hazm, dan dalam zaman modern ini didukung oleh Syaukani dan Sadik Hasan Khan sehingga sampai berpendapat bahwa kekayaan dagang, buahan dan buahan segar tidak wajib zakat.

Pendapat Mereka yang Berpandangan Luas

Orang-orang yang berpandangan luas tentang kekayaan-kekayaan yang wajib zakat mewajibkan zakat atas pabrik-pabrik, gedung-gedung dan lain-lainnya seperti tersebut diatas. Mereka adalah ulama-ulama mahzab Maliki dan mahzab Hanbali, ulama-ulama Hadawiyah dari mahzab Zaidiah, dan juga sebagian ulama kurun ini seperti ulama-ulama terkemuka: Abu Zahra, Khalaf dan Abdur Rahman Hasan. Pandangan luas ini berdasarkan alasan-alasan:
  1. Allah menegaskan bahwa dalam apapun kekayaan terdapat kewajiban tertentu yang namanya zakat atau shadaqah, sebagaimana firman Allah, “Orang-orang didalam kekayaan mereka terdapat kewajiban tertentu,,” dan “Pungutlah dari kekayaan mereke shodaqoh,” serta sabda Rasulullah, “Bayarlah zakat kekayaan kalian”, tanpa membedakan satu kekayaan dengan kekayaan lain. Ibnu Arabi telah membantah pendapat mahzab Zahiri yang menolak bahwa zakat wajib atas harta benda dagang karena tidak adanya hadis shahih tentang hal itu. Firman Allah ‘Tariklah shadaqoh dari kekayaan mereka’ berlaku umum yaitu segala jenis kekayaan apapun bentuk, jenis, dan tujuannya. Bila hendak dikatakan bahwa ayat itu berlaku khusus atas kekayaan tertentu saja, hendaknya mengemukakan alasannya.
  2. Alasan wajib zakat atas suatu kekayaan adalah logis, yaitu bertumbuh, sesuai dengan pendapat-pendapat ulama fiqih yang melakukan pengkajian dan penganalogian atas hukum, yaitu segenap ulama Islam selain segolongan kecil ulama mahzab-mahzab Zahiri, Mu’tazilah, dan Syi’ah.berdasarkan hal zakat tidaklah wajib atas rumah tempat tinggal, pakaian mewah, perhiasan mahal, peralatan kerja dan kuda tunggangan, berdasarkan ijmak. Bila pertumbuhan adalah sebab zakat wajib, maka wajib atau tidak wajibnya zakat tergantung kepada ada atau tidaknya sebab itu. Bila pertumbuhan terjadi pada suatu kekayaan maka berarti zakat wajib, tetapi bila bila tidak tentu tidak wajib pula.
  3. Kasni mengemukakan logika pewajiban zakat atas hasil tanaman sebagai berikut, “pemberian zakat untuk fakir miskinadalah salah satu bentuk syukur kepada Allah, menolong yang lemah, membantu mereka untuk dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban ,serta merupakan bentuk pemberantasan sifat kikir dan menanamkan sifat pemurah. Semua itu benar menurut logika dan agama. Oleh karena itu tidakkah lebih pantas pemilik pabrik-pabrik, gedung-gedung, kapal-kapal laut, dan kapal-kapal terbang, dan lain-lain untuk mensyukuri nikmat, menolong orang lemah, dan mengikis sifat kikir, bila penghasilan mereka yang diterima berlipat ganda lebih besar daripada penghasilan petani-petani jagung dan gandum yang hanya dengan pengerahan tenaga yang sedikit sekali?

Bantahan atas Alasan-alasan yang Dikemukakan oleh Mereka yang Berpandangan Sempit

Terhadap pendapat mereka bahwa atas selain yang dikenakan zakat oleh Rasul tidak boleh dikenakan zakat. Yaitu bahwa tidak adanya nash dari Nabi saw untuk memungut zakat dari satu kekayaan tidaklah berarti bahwa zakat itu tidak wajib, karena nabi tentu hanya akan membicarakan kekayaan-kekayaan yang terdapat dalam masyarakat Arab waktu itu, yaitu unta dan kambing mengenai binatang, gandum, jagung, gandum, kurma, dan anggur mengenai hasil tanaman dan buahan, dan mata uang perak mengenai wang. Disamping itu ulama-ulam Islam telah mewajibkan zakat atas kekayaan-kekayaan lain yang memang tidak ada nashnya, berdasarkan analogi kepada jenis-jenis kekayaan-kekayaan diatas, berpegang pada prinsip-prinsip umum nash-nash itu, dan untuk mencapai maksud diwajibkannya zakat itu yang sudah jelas:
  1. Diantara alasan-alasan yang dipakai adalah pendapat Syafi’i dalam dasarnya dapat merupakan hadis yang belum kita ketahui ataupun analogi bahwa emas sesungguhnya adalah uang tersimpan dan menjadi alat tukar dalam transaksi dibanyak negeri sebelum dan sesudah Islam.
  2. Alasan lain adalah bahwa tidak ada nash yang tegas dan jelas bahwa harta dagang wajib zakat. 
  3. Bahwa umar memerintahkan pemungutan zakat dari kuda, setelah ia mengetahui bahwa kuda bernilai sangat tinggi.
  4. Ahmad mewajibkan zakat atas madu dan mewajibkan pula zakat atas barang tambang, berdasarkan analogi dengan emas dan perak dan keumuman bunyi ayat, “Setiap hasil yang kami berikan melalui bumi”.
  5. Zuhri, Hasan, dan Abu Yusuf mewajibkan zakat atas produk laut seperti mutiara, ambar dan sejenisnya, sebesar 20% berdasarkan analogi harta karun dan barang tambang.
  6. Semua mahzab yang sah memasukan analogi kedalam zakat berbagai hal. Misalnya Syafi’i menganalogikan kurma, anggur, gandum dan barley mengenai zakat fitrah yang disebutkan oleh hadis, makanan pokok satu negeri atau sesorang.
Mengenai pendapat mereka bahwa ulama-ulama fikih Islam dalam berbagai masa dan asal tidak pernah dilaporkan berpendapat bahwa zakat investasi itu wajib, maka jawabannya adalah bahwa sebagian jenis kekayaan yang mengalami pertumbuhan seperti itu tidak dikenal secara merata dinegeri-negeri. Walaupun demikian sudah terdapat beberapa fatwa ulama-ulama fikih bahwa diantara beberapa kekayaan itu wajib zakat atau atas hasil invstasi dan jasanya.
Mengenai fatwa ulama fikih bahwa rumah, peralatan kerja, dan sejenisnya dibebaskan dari kewajiban zakat, fatwa ini memang benar sekali. Tetapi semua yang dibebaskan oleh ulama dari kewajiban zakat tidaklah sama dengan benda-benda yang kita kenal sekarang. Rumah tinggal misalnya, tidaklah sama dengan gedung-dgedung bercakar langit yang diinvestasi, peralatan kerja seperti kapak, gergaji dan lain-lain.

Oleh karena itulah pengarang al-Hidaya mengemukakan alasan mengapa benda-benda tersebut tidak wajib zakat, yaitu bila benda-benda tersebut dibutuhkan sebagai kebutuhan pokok dan tidak mengalami pertumbuhan. Berdasarkan alasan diataslah para ulama fikih sependapat bahwa rumah yang dipakai pemiliknya untuk tempat tinggal sendiri tidaklah wajib zakat. Itulah kemudahan dan keadilan yang dibawa Islam.

Dua Pendapat Lama Tentang Zakat Gedung-Gedung dan Sejenisnya yang Di Investasikan

1) Dinilai dan Disamakan Zakatnya dengan Zakat Dagang

Pedapat Ibnu Akil dari mahzab Hanbali:

Ibnu Akil mengemukakan pendapatnya sebagai jalan keuar dari apa yang dilontarkan oleh Imam Ahmad tentang zakat perhiasan yang disewakan. “Tentang zakat yang disewakan yang ada landasannya bahwa ia wajib zakat, dikhususkan wajib zakat atas benda tak bergerakan yang disediakan untuk disewakan dan semua barang yang disewakan dan diperuntukan untuk disewakan. Dikhususkannya perhiasan itu oleh karena perhiasan pada prinsipnya tidaklah wajib zakat. Bila sudah pasti bahwa peruntukan untuk disewakan itu menimbulkan wajibnya zakat atas sesuatu yang tadinya tidak wajib zakat, maka semua benda yang tadinya tidak wajib akan menjadi wajib zakat.

2) Dikeluarkan Zakatnya dari Hasil Investasi yang Sudah Diterima, sebagai Zakat Uang

Pendapat Imam Ahmad

Imam Ahmad dilaporkan berpendapat tentang orang yang menyewakan rumahnya dan menerima sewanya berpendapat bahwa orang itu mengeluarkan zakatnya bila ia mempergunakan hasil sewa tersebut. Demikian menurut al-Mughni.

Pendapat sebagian Ulama Maliki

Syekh Zaruk dalam catatan pinggir ar-Risalah, mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat tentang zakat investasi, meliputi:
  1. Menurut pendapat pertama, diterima harga setelah setahun, sama keadaannya dengan barang-barang milik pribadi apabila dijual.
  2. Menurut pendapat kedua, menolak zakat atas hasil atau keuntungan investasi itu saja, sebagaimana hal itu terungkap dalam pernyataan Syekh Zaruk “ia harus dipandang sebagai kesatuan”.
Pendapat satu kelompok sahabat Tabi’in serta beberapa ulama setelah itu

Zakat dipungut dari kapital itu sendiri, yaitu dari gedung atau pabik. Tetapi menurut pendapat yang lain, zakat dipunggut dari pendapatan atau hasil sebesar 2.5% tanpa mempersyaratkan satu tahun.

Pendapat mutakhir: dizakatkan labanya sebagai zakat hasil tanaman dan buahan

Pendapat mutakhir menyetujui pendapat tentang zakat dipungut dari laba, tetapi tidak sependapat dengan tentang besar yang harus dizakatkan, oleh karena menurut mereka besar zakat adalah 10% atau 5% berdasarkan penganalogian kepada tanah pertanian. Yang berpendapat seperti ini adalah ulama-ulama mutaahir seperti Abu Zahra, Abd Wahab Khalaf, dan Abd Rahman Hasan dalam kliah-kuliah mereka di Damaskus pada tahun 1952.

Referensi

Fakhuruddin, Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia Malang UIN-MALANG 2008

M.Ali Hasan ,Zakat dan infaq,Satu solusi mengatasi Problema sosial di Indonesia, ,Jakarta: kencana,2006

Wahbah al Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh. Jilid III,

Yusuf Qardhawi, al-Ibadah fi al-islam, 1993 Muassah Risalah,Beirut

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, 2004 Gema Insani Press, Jakarta

Fakhuruddin, Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia 2008 Malang UIN-MALANG

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, 1996 PT Pustaka Mizan, Bandung

http://zakat.alislam.com/def/default.asp?I=ind&filename=feqh/desc/item5/item2/desc4/diakses 28 Februari 2008

Baca Artikel Zakat Lainnya.

Komentar

Postingan Populer