Zakat Profesi
masnasih.com - Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-Quran dan al-Sunnah, tidak memuat aturan hukum yang tegas mengenai zakat profesi ini. Begitu juga ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad ibn Hanbal tidak pula memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi ini. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekerjaan masyarakat pada masa Nabi dan imam mujtahid.
Sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah refleksi dari peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi ketika hukum itu ditetapkan.Tidak munculnya berbagai jenis pekerjaan dan jasa atau yang disebut dengan profesi ini pada masa Nabi dan imam-imam mujtahid masa lalu, menjadikan zakat profesi tidak begitu dikenal (tidak familiar) dalam Sunnah dan kitab-kitab fiqh klasik. Dan adalah wajar apabila sekarang terjadi kontroversi dan perbedaan pendapat ulama di sekitar zakat profesi ini.
Ada ulama yang mewajibkannya dan ada pula ulama yang secara apriori tidak mewajibkannya. Namun demikian, sekalipun hukum mengenai zakat profesi ini masih menjadi kontroversi dan belum begitu diketahui oleh masyarakat muslim pada umumnya dan kalangan profesional muslim di tanah air pada khususnya, kesadaran dan semangat untuk menyisihkan sebagian penghasilan sebagai zakat yang diyakininya sebagai kewajiban agama yang harus dikeluarkannya cukup tinggi.
Forum diskusi ini barangkali bisa kita jadikan semacam indikasi bagaimana kalangan profesional kita sangat respek terhadap masalah zakat profesi ini.Makalah ini mencoba mengemukakan beberapa pokok pikiran berkenaan dengan hukum zakat profesi dengan judul “ZAKAT PROFESI”. Judul ini sengaja dibuat dengan memakai perspektif hukum Islam (fiqh) karena di samping penulis, ada pula pemakalah yang melihatnya dalam perspektif yang lain.
Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah suatu istilah yang muncul dewasa ini. Adapun istilah ulama salaf bagi zakat atas penghasilan atau profesi biasanya disebut dengan al-mal al-mustafad. Yang termasuk dalam kategori zakat al-mal mustafaq adalah pendapatan yang dihasilkan dari profesi non-zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai, negeri/swasta, konsultan, dokter, dan lain-lain, atau rezeki yang dihasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi), dan lain-lain.Zakat profesi juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dikenakan pada tiap pekerjaan pada tiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang dilakukan secara individu maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum diwajibkannya zakat). Contohnya adalah profesi dokter, konsultan, advokad, dosen, seniman, perancang busana, penjahit dan sebagainya.
Bentuk penghasilan yang paling menonjol pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, yaitu
pertama, Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan professional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu, dan lain-lain.
Kedua, adalah Pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain baik pemerintah, perusahaan maupun perorangan dengan memeperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang hukum zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat profesi tidak didukung oleh adanya dalil yang jelas baik yang berasal dari Al-Quran maupun al-Sunnah. Bahkan, Rasulullah tidak pernah menerapkan zakat profesi dimasa beliau masih hidup, sementara sekian jenis profesi dan spesialisasi telah ada. Bahkan sampai sekian abad kemudian, umumnya para ulama pun tidak pernah menuliskannya adanya zakat profesi di dalam kitab-kitab fiqh dalam bab khusus.
Oleh karena itu, apabila sekarang ini ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa tidak ada zakat profesi di dalam syariat islam, hal ini masih bisa diterima. Sebab dasar pengambilan hukumnya memang sudah tepat, yaitu tidak diajarkan oleh Rasulullah saw dan juga tidak dipraktekkan oleh para sahabat beliau bahkan oleh para al-salaf al-shalih sekalipun.
Dasar Hukum
Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang bersifat umum, misalnya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 267 dan Adz-dzariat: 19“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.
Sayyid Quthub (w.1965 M) dalam tafsirnya Fi-Zhilallil Qur’an ketika menafsirkanfirman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267 menyatakan, bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, seperti hasil pertanian, maupun hasil pertambangan seperti minyak. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW mapun di zaman sesudahnya.
Semua wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah Rasulullah SAW, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang di qiyaskan kepadanya. Al-Qur’an Qurthubi (w.671 H) dalam tafsir al-jaami’ li Ahkam Al-Qur’an menyatakan yang dimaksud dengan kata-kata haqqun ma ‘lum (hak yang pasti) pada azh-Dzaariyaat: 19 adalah zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimilki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Para peserta muktamar internasional pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertetapan dengan tanggal 30 April 1984 M) telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Oleh karena itu, dengan berbagai pertimbangan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan orang lain. seperti seorang pegawai atau karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Kesimpulan ini antara lain berdasarkan:
Pertama, ayat-ayat Al-Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya.
Kedua, berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu al-amwaal, sementara sebagain lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah al-maal al-mustafad seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-Fiqh al-islamy wa’Adillatuhu.
Ketiga, dari sudut keadilan yang merupakan ciri utama ajaran islam penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada setiap komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nisab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, para hukum, konsultan dalam berbagai bidang, para dosen, para pwgawai dan karyawan yang memiliki gaji tinggi, dan profesi lainnya.
Keempat, sejalan dengan perkembangan kehidupan umata manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara infustri sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum islam sangat aspiratif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabrani menyatakan bahwa aturan dalam islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu.
Zakat yang berasal dari al-mal al-mustafad ini sudah disepakati oleh jama’ah sahabat dan ilama-ulama berikutnya untuk wajib dikenakan zakat. Perbedaan pendapat hanya tentang persyartan haul yaitu:
1. Menurut Abu Hanifah, mal mustafad tidak dizakati sebelum sempurna satu tahun ditangan pemiliknya, kecuali apabila oemiliknya mempunyai harta sejenis yang pada permulaan tahun sudah mencapai satu nisab, maka mal mustafad itu dipungut zakatnya bersamaan.
2. Menurut Malik, mal mustafad tidak dizakati sebelum sempurna setahun, baik si pemilik mempunyai harta yang sejenis, kecuali tentang ternak.
3. Menurut Syafi'i, mal mustafad tidak dizakati sebelum setahun, meskipun si pemilik mempunyai harta yang sejenis, kecuali anak ternaknya sendiri, maka mal mustafad yang berupa anak ternaknya sendiri dizakati mengikuti induknya.
4. Menurut Ibn Hazm, mengkritik penafsiran ulama’ sebelumnya, ia mengatakan bahwa pendapat-pendapat tersebut tanpa dalil sama sekali. Menurut dia, semua harta itu disyaratkan setahun, baik harta mal mustafad maupun tidak.
5. Menurut Daud al-Zahiri, mal mustafad wajib zakat tanpa syarat sampai setahun.
6. Menurut Yusuf al-Qardhawi bahwa mal mustafad, seperti gaji pegawai, upah buruh, penghasilan dokter, pengacara, pemborong, dan penghasilan modal diluar perdagangan, persewaan mobil, perahu dan penerbangan, hotel, dan tempat hiburan, wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampai setahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut.
Nisbah, Waktu, Ukuran, dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Tidak ada ketetapan yang pasti tentang nishab, waktu, kadar zakat dan cara mengeluarkan zakat profesi. Namun demikian terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada qiyas dan analogi yang dilakukan.Pertama, Sebagian ulama menganalogikan zakat profesi pada zakat perdagangan, sehingga ketentuan umum pelaksanaan zakat profesi sama dengan zakat perdagangan dan sama pula dengan zakat emas/perak, yaitu nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Contoh:
Pak Ahmad berpenghasilan Rp. 5.000.000/bulan dan membutuhkan pokok sebesar Rp 3.000.000/bulan dan pendapatan Pak Ahmad tiap tahunnya dalah (Rp 2.000.000 x 12 = Rp 24.000.000). nishabnya kita asumsikan 1 gr emas Rp 250.000, maka 85 gram emas = 85 x 250.000 = 21.250.000. jadi, kadar zakat yang yang dikeluarkan adalah 2,5% x 12 x Rp 2.000.000, atau Rp 600.000 per tahun/Rp 50.000 per bulan.
Kedua, Sebagian ulama menganalogikan zakat profesi pada zakat pertanian, sehingga nishabnya senilai 653 kg padi (yang masih berbentuk gabah) atau 520kg beras, kadar zakatnya sebesar 5% dan dikelurkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh diatas, ketika harga beras Rp 10.000, maka nishab adalah 520 kg x 10.000 = Rp 520.000. Jadi, penghasilan Pak Ahmad telah mencapai nishab sehingga terkena kewajiban zakat, adapun kadar zakat yang harus dibayarkan adalah sebesar 5% x Rp 2.000.000 = Rp 100.000/bulan.
Ketiga, Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh diatas, maka si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20% x Rp. 5.000.000atau sebesar Rp. 1.000.000 setiap bulan.
Pendapat ketiga inilah yang didukung mayoritas ulama kontemporer dan menjadi keputusan Lembaga Zakat Internasional (al-Haiah as-Syar’iyah al-Alamiyah li az-Zakat) yang berkator pusat di Kuwait.
Namun, orang-orang yang mempunyai profesi memperoleh dan menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang-kadang setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang pada saat tertentu seperti advokat, penjahit, dan sebagainya, sebagian pekerja menerima upah mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai menerima gaji mereka setiap bulan, sehingga untuk mempermudah pelaksanaan zakat para ulama menjelaskan sebagai berikut:
Mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam waktu satu tahun, adapun penghitungan nishab ditentukan berdasarkan permulaan dan akhir tahun, maksudnya dalah jika di awal tahun total penghasilan bersih tealah mencapai nishab, kemudian pada pertengahan tahun berkurang karena suatu hal, namun diakhir tahun kembali normal mencapai nishab, terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%.
Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa satu tahun merupakan satu kesatuan menurut pandanagn ulama. Begitu juga menurut pandanagn ahli perpajkan modern. Oleh karena itu, ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Hal ini didukung oleh fakta bahwa pwmwrintah mengatur gaji pegawai berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Berdasarkan hal tersebut penghasilan seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari total penghasilan dalam setahun penuh, jika pendapatan bersih setaun itu mencapai satu nishab.
Zakat profesi juga dapat dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut nismah dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi/ gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul. Ketentuan waktu zakat menyalurkannya adalah pada saat menerima, misalnya setiap bulan dapat didasarkan pada ‘urf (tradisi) disebuah negara. Dari sudut ukuran zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu ukuran zakatnya adalah sebesar 2,5%.
Qiyas sayabah, yang digunakan dalam menetapkan kadar dan nisab zakat profesi pada zakat pertanian dan zakat nuqud (emas dan perak) adalah qiyas yang ‘illat hukumnya ditetapkan melalui metode syabah. Contoh qiyas syabah yang dikemukakan oleh qiyas syabah adalah hamba sahaya yang dianalogikan pada dua hal yaitu pada manusia (nafsiyyah) menyerupai orang yang merdeka (al-hur) dan dianalogikan pula pada kuda karena dimiliki dan adapat diperjualbelikan di pasar.
Atas dasar keterangan tersebut di atas, jika seorang konsultan mendapatkan honorarium misalnya lima juta rupiah setiap bulan, dan ini sudah mencapai nisab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen sebulan sekali. Demikian pula misalnya seorang pegawai perusahaan swasta yang setiap bulannya menerma gaji sepuluh juta rupiah, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen sebulan sekali. Sebaliknya, seorang pegawai yang bergaji satu juta rupiah setiap bulan, dan ini belum mencapai nisab, maka ia tidak wajib berzakat. Akan tetapi kepadanya dianjurkan untuk berinfak dan bersadakah, yang jumlahnya bergantung pada kemampuan dan keikhlasannya. Hal ini sejalan dengan surah Ali Imran: 134.
Ketentuan Umum
Berdasarkan pendapat yang digunakan mayoritas ulama yang mendukung perhitungan zakat profesi seperti zakat profesi seperti zakat mata uang, dapat disimpulkan ketentuan umumnya sebagi berikut:- Penghitungan dilakukan di akhir tahun (haul)
- Mengkalkulasi seluruh penghasilan selam satu tahun dan mata uang yang belum dizakati.
- Mengkalkulasi kewajiban selama satu tahun.
- Mengurangi penghasilan dengan biaya operasional kewajiban, kebutuhan hidup (bagi yang tidak memiliki sumber penghasilan).
- Apabila hasil bersih masih mencapai nishab yaitu senilai 85 gram emas, terkena kewajiban zakat.
- Kadar zakatnya sebesar 2,5%.
Contoh Penerapan Zakat Profesi
Pak Kholil bekerja sebagi dosen PNS dengan gaji bersih dan tunjangan Rp 3.500.000, di tambah sertifikasi dosen setiap bulan Rp. 2.800.000. bulan Mei lalu, Pak Kholil mendapat royalti Rp 40.000.000 dari buku yang ditulisnya (pajak 15%). Tahun itu mendapatkan fee untuk 6 kali seminar, bedah buku atau workshop dengan total sebesar Rp 8.000.000. simpanan Pak Kholil di bank sebanyak Rp 20.000.000. piutang yang diharapkan kembali tahun ini Rp 1.000.000.Biaya yang dikeluarkan Pak Kholil anatar lain: biaya hidup rata-rata Rp 2.500.000/bulan. Bulan juli ini, Pak Kholil mengeluarkan biaya Rp 4.000.000 untuk administrasi sekolah anaknya. Sedangkan bulan Agustus, Pak Kholil membayar pajak dua sepeda motornya dan satu mobil sebesar Rp 2.100.000. setiap bulan Pak Kholil juga harus menyetor Rp 1.000.000 untuk program tabunagn haji bersama istrinya. Pajak PBB untuk rumahnya adalah Rp 500.000. Pak Kholil juga mengeluarkan Rp 6.000.000 untuk keperluan hari raya idul fitri dan idul adha. Apakah pak kholil berkewajiban membayar zakat? Jika iya, berapakah zakat yang harus dikeluarkan?
Jawaban:
Harta Wajib Zakat
Gaji dan tunjangan Rp 3.500.000 x 12 = Rp 42.000.000
Sertifikasi Rp 2.800.000 x 12 = Rp 33.600.000
Royalti buku = Rp 40.000.000
Fee seminar, bedah buku dll = Rp 8.000.000
Jumlah = Rp 123.600.000
Biaya Pengurang
Biaya hidup Rp 2.5000.000x 12 = Rp 30.000.000
Administrasi sekolah anak = Rp 4.000.000
Pajak motor dan mobil = Rp 2.100.000
Pajak royalti 15% x Rp 40.000.000 = Rp 6.000.000
Setoran tabungan gaji :
- Rp 1.000.000 x 12 = Rp 12.000.000
Pajak PBB = Rp 500.000
Keperluan hari raya = Rp 6.000.000
Jumlah = Rp 60.600.000
Objek Zakat
= harta wajib zakat – biaya pengurang= Rp 123.600.000 - Rp 60.600.000
= Rp 63.000.000
Nisab Zakat
85 gram emas 24 karat x Rp 400.000 = Rp 34.000.000Kadar Zakat
Rp 63.000.000 x 2,5% = Rp 1.575.000Kesimpulan
Zakat atas penghasilan atau profesi biasanya disebut dengan al-mal al-mustafad. Yang termasuk dalam kategori zakat al-mal mustafaq adalah pendapatan yang dihasilkan dari profesi non-zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai, negeri/swasta, konsultan, dokter, dan lain-lain. Zakat profesi juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dikenakan pada tiap pekerjaan pada tiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang dilakukan secara individu maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum diwajibkannya zakat).
Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang bersifat umum, misalnya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 267 dan Adz-dzariat: 19. Tidak ada ketetapan yang pasti tentang nishab, waktu, kadar zakat dan cara mengeluarkan zakat profesi. Namun demikian terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada qiyas dan analogi yang dilakukan.
Sebagian ulama menganalogikan zakat profesi pada zakat perdagangan, sehingga ketentuan umum pelaksanaan zakat profesi sama dengan zakat perdagangan dan sama pula dengan zakat emas/perak, yaitu nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kedua, Sebagian ulama menganalogikan zakat profesi pada zakat pertanian, sehingga nishabnya senilai 653 kg padi (yang masih berbentuk gabah) atau 520kg beras, kadar zakatnya sebesar 5% dan dikelurkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Ketiga, Sebagian ulama mengkategorikan dalam zakat emas dan perak dengan mengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang (kertas) masa kini dengan emas atau perak, maka demikian nishabnya adalah setara dengan nisbah emas atau perak, dan ukuran yang harus dikeluarkan adalah adalah 2,5%. Sedangkan waktu pembayaran zakatnya adalah segera setelah menerima (tidak menunggu haul).
Zakat profesi juga dapat dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut nismah dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi/ gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul. Ketentuan waktu zakat menyalurkannya adalah pada saat menerima, misalnya setiap bulan dapat didasarkan pada ‘urf (tradisi) disebuah negara. Dari sudut ukuran zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu ukuran zakatnya adalah sebesar 2,5%.
Referensi
Al-Quranul karim
Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia. Malang: UIN Malang Press.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Moderen. Jakarta: Gema Insani Press.
Syarifudin, Amir. 1987. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos.
Baca Artikel Zakat Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Panduan Berkomentar, Klik disini