Zakat Saham dan Zakat Obligasi

Zakat Saham dan Zakat Obligasi

masnasih.com - Secara hakikat zakat adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan, pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwasannya zakat saham dan obligasi tidak terbatas zakatnya.

Instrumen pasar modal dapat dibedakan atas surat berharga yang sifat untung (bonds atau obligasi) dan surat berharga yang bersifat pemilikan (saham atau equiti). Obligasi adalah bukti pengakuan berutang dari perusahaan. Sedangan saham adalah bukti penyertaan modal dalam perusahaan.

Zakat Saham dan Zakat Obligasi

Zakat Saham

Pengertian Saham

Menurut bahasa Indonesia saham artinya serta atau sero, secara definitif, saham adalah surat bukti bagi persero dalam perseroan terbatas. Saham merupakan hak kepemilikan terhadap sejumlah tertentu kekayaan suatu perseroan terbatas (PT). setiap lembar saham memiliki nilai tertentu yang sama. Dan besarnya hak kepemilikan seseorang atas harta perusahaan ditentukan oleh jumlah lembar saham yang dimiliki.

Dalam ensiklopedi Indonesia disebutkan, bahwa saham adalah surat bukti yang menyatakan bahwa seseorang turut serta dalam suatu perseroan terbatas (PT). Pemilik saham disebut persero, ia berhak atas sebahagian laba yang dihasilkan perusahaan yang dijalankan oleh PT yang bersangkutan. Persero juga berhak berpendapat dalam urusan-urusan mengenai pemimpin perusahaan

Jenis-Jenis Saham

a. Jenis saham berdasarkan cara peralihan

Saham atas unjuk

Saham atas unjuk adalah saham yang tidak mempunyai nama pemilik saham tersebut. Dengan demikian saham ini sangat mudah untuk di peralihkan.

Saham atas nama

Saham atas nama adalah saham yang ditulis dengan jelas siapa pemiliknya. Cara peralihan saham yang demikian harus melalui prosedur tertentu.

b. Jenis saham berdasarkan hak tagihan

Saham biasa

Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling akhir dalam hal pembagian deviden,hak atas hartakekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalaami likuiditas.

Saham preferen

Saham preferen adalah saham yang memmberikan prioritas pilihan kepada pemegangnya.

Pandangan Mengenai Zakat Saham

Menurut Syekh Abdur Rahman dalam bukunya “ Almuamalatu Al Haditha Wa Ahkam” ia berkata banyak orang yang memiliki saham perusahaan tidak mengetahui bagaimana hukum zakat saham-saham itu. Ada yang mengira bahwa saham-saham itu tidak wajib zakat,dan ada yang mengira saham itu mutlak wajib zakat, jadi yang benar dilihat bentuk saham itu sesuai dengan bentuk perusahaan yang menerbitkanya

Syeikh Abdul Rahman Isa mengemukakan dua pendapat yang berkaitan dengan kewajiban zakat pada saham , kriteria wajib zakat atas saham-saham perusahaan adalah perusahaan-perusahaan itu harus melakukan kegiatan dagang, apakah itu disertai kegiatan industri maupun tidak. Yaitu :
  1. Jika perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan, maka sahamnya tidaklah wajib dizakati. Misalnya perusahaan hotel, biro perjalanan, dan angkutan (darat, laut, udara). Alasannya adalah saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang ada dimasukan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta harta lainya.
  2. Jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa melakukan kegiatan pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang internasional, perusahaan ekspor-impor, maka saham-saham atas perusahaan itu wajib dikeluarkan zakatnya.

Sebagian ulama lagi berpendapat, bahwa saham dan obligasi sama dengan barang dagangan dan merupakan harta kekayaan.

Dengan demikian Abu Zahrah, Abd Rahman Hasan Dan Abd Wahaab Khallaf mengatakan bahwa saham dan obligasi sebagai surat berharga yang diperjualbelikan. bila saham dan obligasi dianggap sebagai barang dagangan, maka zakatnya berlaku sebagai barang dagangan, yaitu sebesar 2,5%.

Menurut Yusuf Qardawi, bahwa zakat saham dan obligasi dilihat dari jenis perusahaan yang mengeluarkannya, apakah perusahaan itu perusahaan industri atau perdagangan atau campuran keduanya. Saham hanya bisa dinilai setelah perusahaan yang mencerminkan sebagai kekayaan itu diketahui. Saham dan obligasi termasuk ke dalam kategori barang dagangan (komoditas perdagangan).

Dengan demikian, benarlah jika keduanya termasuk harta yang wajib zakat sebagaimana harta-harta dagang lainnya dan disamakan dengan harta kekayaan dagang, meskipun saham adalah halal sedangkan obligasi adalah haram. Namun demikian, hal itu tidaklah menghalangi wajibnya zakat pada obligasi karena mendayagunakan hasil usaha yang buruk untuk bersedekah (zakat) merupakan perkara yang tidak dilarang.

Namun, menurut Yusuf Qardhawi bahwa beliau memperlakukan perusahaan-perusahaan tersebut secara sama, bagaimanapun bentuknya. Membedakan zakat pada jenis perusahaan adalah tindakan yang tidak ada landasannya yang jelas dari Quran, sunnah, ijmak, dan qiyas yang benar. Karena saham-saham baik pada yang pertama maupun yang kedua sama-sama merupakan modal yang bertumbuh yang memberikan keeuntungan tahunan yang terus mengalir, bahkan pada yang kedua keuntungan itu bisa lebih besar.

Nishab dan Kadar Zakat Saham

Saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nishab maupun ukurannya yaitu senilai 85 gram emas dan zakatnya sebesar 2,5%. Sementara itu muktamar internasional pertama tentang zakat (Kuwait, 29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan zakatnya sebelum dividen dibagikan kepada pemegang saham, maka pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya. Dan hal ini harus dituangkan dalam peraturan perusahaan agar tidak terjadi pembayaran zakat ganda Apabila perusahaan itu belum mengeluarkan zakatnya, maka si pemilik saham wajib membayar zakat dengan cara sebagai berikut :

Bila si pemilik bermaksud memperjualbelikan sahamnya, maka volume zakat yang wajib dikeluarkan ialah sebesar 2,5% dari harga pasaran yag berlaku pada waktu kekayaan mencapai haul seperti komoditas dagang yang lain. Jika si pemilik hanya mengambil keuntungan dari laba tahunan saham itu, maka cara pembayaran zakatnya adalah sebagai berikut
  1. Jika ia bisa mengetahui, melalui perusahaan yang mengeluarkan saham atau pihak lain, nilai setiap saham dari total kekayaan yang wajib ia zakati, maka ia wajib membayar zakatnya sebesar 2,5% dari nilai saham itu.
  2. Jika ia tidak dapat mengetahuinya, maka ia harus menggabungkan laba saham tersebut dengan kekayaan yang lain dalam penghitungan haul dan nishab kemudian membayar zakatnya sebesar 2,5%.

Zakat Obligasi

Pengertian Obligasi

Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pembawanya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula.

Jenis-jenis Obligasi

  1. Obligasi emas, yaitu suatu jaminan bahwa bunga dan pengambilan pinjaman akan dibayar dengan uang emas
  2. Obligasi hipotek yang dijamin dengan rungguhan barang tak bergerak
  3. Obligasi dengan bagian keuntungan kecuali yang sudah ditentukan
  4. Obligasi yang dapat konversi
  5. Bilyat perbendaharaan, yaitu obligasi negara berjangka pendek, biasanya satu tahun dan sebagainya

Pandangan Mengenai Saham Obligasi

Untuk menentukan status hukum bermuamalah dengan obligasi sebaiknya dilihat pembagian jenis obligasi tersebut. Terdapat 2 macam obligasi yang sekarang kita kenal, yaitu obligasi konvensional dan obligasi syariah.

a) Obligasi Konvensional

Para ulama sepakat mengenai keharaman bermuamalah dengan obligasi jenis ini karena sarat dengan unsur ribawi, namun kontroversi justru terjadi pada hukum mengeluarkan zakatnya.

Obligasi sangat tergantung kepada bunga yang termasuk kategori riba yang dilarang secara tegas oleh ajaran Islam. Meskipun demikian, yang menarik adalah bahwa sebagian ulama‘ walaupun sepakat dengan haramnya bunga tetapi mereka tetap menyatakan bahwa obligasi adalah satu objek atau sumber zakat dalam perekonomian modern ini.

Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat tidak wajib dikenakan atas obligasi dan bunga yang diperoleh, karena mengandung unsur riba (bunga) yang diharamkan syara’. Oleh karena itu, mengeluarkan zakat dari sesuatu yang haram hukumnya tidak sah.

Pendapat kedua, agak moderat. Pendapat ini mengatakan bahwa meskipun muamalah dengan obligasi konvensional haram secara syara’, tidak berarti pelakunya dibebaskan dari zakat. Kepemilikan si pembeli atas obligasi tersebut sah secara syara’ dan obligasi tersebut merupakan harta produktif yang dapat diperjualbelikan dan memberikan keuntungan bagi pemiliknya

Haramnya bunga tidak bisa dijadikan alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh karena mengerjakan perbuatan terlarang tidak bisa memberikan keistimewaan kepada yang mengerjakan.

Muhammad Abu Zahrahmenyatakan bahwa jika obligasi itu kita bebaskan dari zakat, maka akibatnya orang lebih suka memanfaatkan obligasi dari pada saham. Dengan demikian, orang akan terdorong untuk meninggalkan yang halal dan melakukan yang haram. Dan juga bila ada harta haram, sedangkan pemiliknya tidak diketahui, maka ia disalurkan kepada sedekah

b) Obligasi Syariah

Jika Obligasi tersebut adalah obligasi syariah, maka hukumnya halal dan wajib dizakatkan, baik obligasinya maupun keuntungan yang diperoleh. Obligasi syariah menggunakan akad Mudharabah, dengan prosentase bagi hasil yang disetujui kedua belah pihak. Obligasi itu menjadi wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan, yaitu Islam, merdeka, milik sendiri.

Nishab dan Kadar Zakat Obligasi

Mengenai nishab dan kadar zakat obligasi ini terdapat dua pendapat dalam obligasi konvensional. Pendapat pertama, Zakat wajib dikeluarkan atas harga atau nilai dari obligasi itu sendiri dan bukan dari bunganya. Besarnya suku zakat adalah 2,5 persen yang dikeluarkan setiap akhir tahun, beranalogi pada zakat komoditas perdagangan. Sementara itu, bunga atau keuntungan yang diperoleh wajib disedekahkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum Ini adalah pendapat Abdurrahman Isa, seorang pakar ekonomi Islam.

Pendapat kedua, yaitu pendapat Wahbah al-Zuhaili, dimana zakat wajib atas obligasi dan bunganya sekaligus. Mekanisme pengeluaran zakatnya adalah dengan menggabungkan nilai keduanya pada waktu jatuh tempo dan dikeluarkan jika telah mencapai haul dan nishab dengan suku zakat sebesar 10%, dianalogikan dengan zakat pertanian dan perkebunan

Melihat kedua pendapat di atas, agaknya pendapat pertama yang lebih tepat. Mengenakan zakat pada bunga yang diperoleh tidak diperbolehkan, karena bunga tersebut tidak halal dan harus dikeluarkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum. Tetapi sejauh pemilikan obligasi sah secara agama, maka zakatpun harus dikenakan atas obligasi itu. Suku zakat 2,5 persen, dianalogikan dengan zakat komoditas perdagangan.

Sedangkan besarnya suku zakat untuk obligasi syariah adalah 2,5 persen pertahun (bila mencapai haul dan nishab), dianalogikan pada zakat komoditi perdagangan.

Contoh Perhitungan Zakat Saham dan Zakat Obligasi

Perhitungan Zakat Saham

Contoh Pertama

Pak Yusuf memiliki saham PT Amanah Setia 80.000 lembar dengan harga perlembar adalah Rp. 1.000 maka total Rp. 80.000.000,- dan deviden Rp. 200/lembar = 80.000 x 200 = Rp. 16.000.000.

Jadi total saham ditambah deviden = 80.000.000 + 16.000.000 = 96.000.000,- Karena harta Pak Yusuf lebih dari Nishab (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% x 96.000.000,- = Rp. 2.400.000,- (wajib zakat).

Al-hasil, zakat saham perusahaan dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan perdagangan besarnya 2,5%, jika harta tersebut cukup nishab dan haul saat itulah zakat wajib diwajibkan.

Contoh Kedua

Nyonya Fatimah memiliki 500.000 lembar saham PT. Abdi Ilahi Rabbi. Harga nominal Rp. 5.000,00/lembar. Pada akhir tahun buku, setiap lembar saham memperoleh deviden Rp. 3.00,00. Bagaimana perhitungan zakatnya?

Jawabannya :

Nilai saham (book value)(500.000 x Rp. 5.000,-) = Rp. 2.5000.000.000,00. Deviden (500.000 x Rp 300,-) = Rp.150.000.000,00. Total Rp. 2.650.000.000,00. Maka zakat yang harus dikeluarkan adalah : 2,5% x Rp. 2.650.000.000,00 = Rp. 66.750.000,00.

Perhitungan Zakat Obligasi

a) Obligasi Konvensional

Pak Saadi memiliki obligasi PT. Infrastruktur Jaya sebesar Rp 550.000.000 untuk proyek pembangunan pabrik baru. Bunga yang akan diberikan adalah 10% per tahun dengan jangka waktu obligasi 10 tahun. Pada akhir tahun pertama. Bagaimana perhitungan zakatnya?

Jawabannya:

Nilai Obligasi = Rp 550.000.000

Bunga 1 th = 10% x Rp 550.000.000 = Rp 55.000.000

Total kekayaan 1 th = Rp 550.000.00 + Rp 55.000.000

= Rp 605.000.000

Apabila bunga tidak dihitung zakat. Maka, hanya dihitung nilai obligasinya, yaitu :

2,5% x Rp 550.000.000 = Rp 13.750.000 yang wajib dizakatkan.

b) Obligasi Syariah (sukuk)

Pak Saadi memiliki sukuk PT. Barokah Mulia sebesar Rp 550.000.000 untuk proyek pengembangan produk. Bagi hasil yag disepakati adalah 60:40 per tahun dimana 60% untuk Pak Saadi, dengan jangka waktu sukuk 10 tahun. Pada akhir tahun pertama. Bagaimana perhitungan zakatnya?

Jawabannya :

Nilai sukuk = Rp 550.000.000

Bagi Hasil = 60:40

Apabila Pendapatan setelah satu tahun Rp 100.000.000, maka Bagi hasil untuk Pak Saadi sebesar 60% x Rp Rp 100.000.000 = Rp 60.000.000, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah :

Nilai sukuk + keuntungan = Rp 550.000.000 + Rp 60.000.000

= Rp 610.000.000

Nilai zakat = 2,5% x Rp 610.000.000

= Rp 15.250.000

Perbedaan Saham dan Obligasi

Saham Obligasi

Bagian penyertaan dalam modal dasar suatu PT.pemegang saham adalah emiten, pemilik perusahaan Bukti pengakuan utang / pinjaman uang dari masyarakat (publik). Pemegang obligasi adalah kreditur

Penanaman dana tidak terbatas, jangka waktunya selama perusahaan masih beroperasi Terbatas waktu
  • Jangka pendek
  • Jangka menengah
  • Jang panjang
Dividen ditambah dengan kemungkinan Bunga tetap (suku bunga tahunan

Risiko relative lebih besar Resiko relative lebih kecil

Hak suara dalam rapat pemegang saham turut menentukan kebijakan perusahaan Hak pemegang obligasi dalam rapat umum pemegang obligasi terbatas pada lahan pinjaman saja

Dalam hal likuiditas pemegang saham mempunyai klaim terakhir terhadap aset peruhaan Dalam hal likuiditas pemegang obligasi mempunyai klaim untuk didahulukan terhadap pemegang saham

Dasar perikatan ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan Dasar perikatan ditentukan dalam perjanjian perwalian

Kesimpulan

Saham adalah surat bukti bagi persero dalam perseroan terbatas. Saham merupakan hak kepemilikan terhadap sejumlah tertentu kekayaan suatu perseroan terbatas (PT). sedangkan Obligasi adalah surat bukti turut serta dalam pinjaman kepada perusahaan atau badan pemerintahan. Mengenai zakat saham dan obligasi, ada ulama yang berpendapat bahwa apabila perusahaan itu merupakan perusahaan murni tidak melakukan kegiatan dagang, maka tidak wajib zakat kecuali apabila penghasilannya digabungkan dengan harta kekayaan yang dimiliki. Dan ada pula ulama yang memandang bahwa saham dan obligasi sama dengan barang dagangan, maka zakatnya sama dengan zakat barang dagangan yaitu sebesar 2,5%.

Referensi

Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2009, Fiqh Ibadah. Jakarta: Amza

Abu Zuhrah, Muhammad, 1989, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern , Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota

Fakhruddin, 2008, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia , Malang : UIN Malang Press

Hasan, M. Ali, 1997, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Raja Grafindo persada

Hasan, M. Ali, 2006 , Zakat Dan Infak, Jakarta:Kencana

Nasarudin, M. Irsan, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta,kencana

Qardawi, Yusuf, 2007, Hukum Zakat, Bogor: PT.Pustaka Litera Antar Nusa
Baca Artikel Zakat Lainnya.

Komentar

Postingan Populer