Landasan Kefilsafatan Sebagai Dasar Keilmuan

landasan filsafat ilmu pdf
masnasih.com - Kali ini saya akan memberikan materi tentang Landasan Kefilsafatan Sebagai Dasar Keilmuan. Dengan adanya materi ini diharapkan Anda dapat sedikit terbantu untuk memahami filsafat ekonomi Islam

Landasan Kefilsafatan Sebagai Dasar Keilmuan

Latar Belakang

Sejarah filsafat tidak selalu lurus terkadang berbelok kembali ke belakang, sedangkan sejarah ilmu selalu maju. Dalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan dan filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada disepanjang pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman. Tujuan befilsafat menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar filsafat, yatu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.

Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah mendorong untuk berfikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran.

Pada hakikatnya aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah pokok yakni: Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan apakah nilai pengetahuan tersebut. Kelihatannya pertanyaan tersebut sangat sederhana, namun mencakup permasalahan yang sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir secara radikal, sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat keilmuan.

Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang “ada“ dengan perkataan lain bagaimana hakikat obyek yang ditelaah sehingga membuahkan pengetahuan. Epistimologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya. Berdasarkan uraian teroretis di atas, maka penulis akan membahas pengertian Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi serta segala permasalahannya sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Pembahasan

Kata Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasaYunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang ada)”. Kata Epistimologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu pengetahuan. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya pengetahuan dan episteme artinya tentang pengetahuan. Jadi pengertian etimologi tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa epistimologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan. Dan kata Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”. Ketiga kata tersebut ditambah dengan kata “logos” berarti”ilmu pengetahuan, ajaran dan teori”.

Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistimologi adalah ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang benar.7 Sedangkan Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan.

Dengan demikian Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala
sesuatu yang ada. Epistimologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan

Landasan Ontologis

Definisi Ontologis
Ontologi adalah merupakan salah satu cabang filsafat yang ingin mencari dan menemukan hakikat dari sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada itu dicari oleh manusia agar ia dapat mencari dan menemukan hakikat kenyataan yang bermacam-macam yang pada akhirnya nanti akan memberikan makna pada kehidupan manusia itu sendiri (Musa Asy’arie, 1999:36).

Istilah ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur kenyataan dalam arti yang luas.

Dari deskripsi diatas dapat dipahami bahwa ontologi merupakan cabang atau istilah filsafat dimana segala sesuatu itu mempunyai prinsip mendasar yang tidak menimbulkan pertentangan. Sesuatu yang nyata pasti dapat diterima oleh semua orang sehingga dapat menghasilkan kebenaran. Hakikat realitas menurut sudut pandang filsafat Islam pada hakikatnya adalah spiritual (dalam prinsip metafisik Islam, realitas berpusat dan berasal dari Allah). Prinsip ini mengarah pada aspek fundamental dari spiritual Islam, yaitu bahwa sesuatu yang mengitari kita, semua realitas materi atau kejadian merupakan pelaksanaan (efektifitas kekuasaan-Nya). Selanjutnya hakikat esensi dalam kajian filsafat akan terhenti pada penetapan adanya unsur pokok dari segala sesuatu, yang sifatnya fundamental. Unsur pokok itu merujuk pada suatu jawaban yang abstrak, tidak kelihatan, tidak terukur dan tidak bisa ditimbang. Hakikat esensi terletak pada eksistensinya, tidak pada kata bendanya, tetapi pada kata kerjanya yang aktualis (Musa Asy’arie, 1999:44-46).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas masalah tentang kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari sesuatu (Prasetya, 2008:87).

Untuk melakukan tugas dan spesifikasinya secara sistematis ada bermacam-macam ontologi yaitu idealisme, realisme, Islam dalam yang lainnya. Dalam kajian ini tidak disebutkan semuanya, hanya yang perlu saja untuk mengetahui hakikat ontologi. Tokoh pertama dari golongan idealis adalah Plato. Di dalam aliran filsafat idealis dirasakan pentingnya untuk membagi semua realitas kedalam dua bagian besar, yaitu: yang nampak dan yang sejati. Dalam lingkungan yang nampak ini termasuk segala yang mengalami perubahan. Disini terdapat ketidaksempurnaa, ketidakteraturan, ketidaktenangan, dan inilah alam kesulitan dan kesusahan, alam penderitaan dan kesengsaraan dalam alam kejahatan atau dosa. Sebalinya keadaan alam realitas yang sejati tidaklah demikian, dia merupakan alam ideal, alam pikiran sejati dan murni. Jadi di alam inilah terdapat nilai-nilai yang langgeng, kualitas abadi dan disanalah terdapat keteraturan, kebenaran sejati, kemakmuran, kedamaian dan kelestarian segala sesuatu (Prasetya, 2000; 99).

Selain aliran idealis dalam kajian ini dikemukakan pendapat dari aliran realisme megenai realitas atau ontologi. Tokoh atau bapak dari aliran realisme adalah Aristoteles. Pandangan Aristoteles tentang dunia nyata ini menurut cara ontologis adalah bahwa dunia ini terbuat dari zat benda (matter). Zat ini terus menerus mengalami perubahan bahkan lebih hebat dari yang dikatakan Aristoteles, semua partikel bergerak tanpa henti. Demikian ahli-ahli filsafat realis telah menetapkan untuk menamakan dunia nyata ini sebagai zat yang bergerak. Filosof realis menganggap bahwa dunia nyata dimana kita hidup ini adalah dasar utama dari realitas dan unsur-unsur komponennya semua bergerak dan bertindak tanduk sesuai dengan hukum alam yang pasti.

Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi menurut kaum idealis adalah bahwa realitas tertinggi itu adalah alam pikiran (idea), sedangkan menurut kaum realis hakikat ontologi adalah adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa bergerak semacam mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan yang harmonis (Prasetya, 2000: 170-109).

Cakupan kajian Ontologi
Istilah yang berdekatan dengan ontologi adalah disiplin metaphysika. Keduanya memiliki arti, maksud dan tujuan yang yang hampir serupa. Perbedaan kecil memang ada, yaitu ontologi membahas masalah realitas, sedangkan metaphysika merupakan studi tentang sifat ada atau eksistensi. Oleh karena itu apa yang nyata itu dianggap ada dan apa yang ada sudah tentu nyata. Setidak-tidaknya dalam masalah ini kedua topik akan menyangkut daerah yang sama (Prasetya, 2000;91).

Dapat diambil kesimpulan bahwa ontologi dan metaphysika menyangkut daerah yang sama, jadi cakupan kajian ontologi meliputi :

Yang ada (being)
Pada prinsipnya ada itu ada dua, ada yang menciptakan dan ada yang diciptakan, adayang menyebabkan dan ada yang diakibatkan. Ada yang menciptakan tidak sepenuhnya tepat untuk disebut sebagai sebab yang ada, karena hukum sebab akibat berlainan dengan hukum yang menciptakan dan yang diciptakan. Hukum sebab akibat bisa bersifat fisik, mekanis, berdimensi material, sementara pencipta dan ciptaan di dalamnya selalu terkandung dimensi ideal, yang bersifat spiritual (Musa Asy’ari, 1999: 36-37).

Yang nyata (Realitas)
Masalah realitas dapat dipahami dengan pernyataan bahwa nyata dan ada mempunyai pengertian serupa. Kata ada kita pandang sebagai keragaman yang spesifik dan prosedur ontologi yang pertama digunakan untuk membedakan apa yang sebenarnya nyata atau ada eksistensinya dari apa yang hanya nampaknya aja nyata.

Esensi dan eksistensi
Dalam setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak nyata selalu ada dua sisi di dalamnya, yaitu sisi esensi dan sisi eksistensi. Bagi yang ghaib, sisi yang nampak adalah eksistensi, sedangkan bagi yang ada yang konkret, sisi yang nampak bisa kedua-duanya, yaitu esensi dan eksistensi.

Landasan Epistimologi

Definisi Epistomologi
Secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani, episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu). Epistimologi berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam segi istilah epistimologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan (mohammad noor syam, 1998: 32-34). Epistimologi juga berarti cabang filsafat yang mempelajari soal watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan.

Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari 2 kata, yaitu ilmu dan pengetahuan. Pengetahuan adalah hubungan obyek dengan subyek. Subyek disini maksudnya adalah manusia sebagai kesatuan bebagai macam kesanggupan (akal, pancaundra) yang digunakan dalam rangka untuk mengetahui sesuatu. Sebaliknya obyek adalah benda atau hal yang diselidiki yang merupakan realitas bagi manusia yang menyelidiki. Adapun ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang dipelajari (muhaimin dan abdul mujib, 1993: 80)

Dengan demikian epistimologi atau teori tentang ilmu pengetahuan adalah inti sentral setiap pandagan dunia. Di dalam konteks islam, ia merupakan parameter yang bisa menetapkan apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya, apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak diketahui. Epistimologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengacu kepada proses. Dalam pandangan epistimologi, setiap pengetahuan merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikkan hingga akhirnya diketahui manusia

Metode dan Ciri Epistimologi
Ciri utama epistimologi adalah menggunakan akal dan rasio sehingga yang dimaksud metode akal disini adalah melipiti seluruh analisis rasional dalam koridor ilmu-ilmu hushuli dan ilmu hudhur, dari dimensi lain, untuk menguraikan sumber kajian epistimologi dan perubahan yang terjadi disepanjang sejarah juga menggunakan metode analisis sejarah.

Ciri-ciri epistimologi
  1. Bersifat sentral, posisi antara subjektif dan objektif
  2. Landasan bagi segenap tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari
  3. Dasar bagi pengembangan pemikiran ilmiah
  4. Jembatan antara alam keharusan (das sollen) yang bersifat kejiwaan dan alam empirik (das sein) yang bersifat inderawi. 
Metode epistimologi
Sedangkan metode yang dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahua menurut Socrates dapat dilakukan melalui dialektik yang ditandai dengan karekteristik sebagai berikut :
  1. Dialektif artinya metode yang digunakan oleh dua orang atau lebih yang pro dan kontra atau memiliki perbedaan pendapat. 
  2. Konferensi adalah metode yang dilakukan dalam bentuk percakapan atau komunikasi lisan. 
  3. Tentatif provisional adalah kebenaran yang dicari hanya bersifat sementara dan tidak mutlak, dan merupakan alternatif-alternatif yang terbuka untuk segala kemungkinan-kemungkinan. 
  4. Empiris induktif artinya segala yang dibicarakan dan cara penyeleseiannnya bersumber pada hal-hal yang bersifat empiris.
  5. Konsepsional artinya metode yang ditujukan untuk tercapainya pengetahuan, pengertian dan konsep-konsep yang lebih definitif dari pada sebelumnya (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:90) 

Sementara dalam pandangan filsafat pendidikan islam, metode memperoleh ilmu pengetahuan dapat di lakukan dengan dua cara sebagai berikut: 

Kasbi (khusuli)
Adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Implikasi pandangan tersebut adalah bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh oleh seseorang jika orang tersebut mau berusaha untuk mendapatkannya dengan cara belajar, penelitian, uji coba dan kerja keras. Tanpa itu semua seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang dia idam-idamkan.

Laduni (khudluri)
Adalah ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan atau oleh hadirnya cahaya ilahi kedalam kalbu seseorang. Untuk memperoleh ilmu semacam ini seseorang harus membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran jiwa dengan jalan mujahadah dan riyadhoh (Musa Asy’ari, 1999:68).

Fungsi epistimologi
  1. Sebagai landasan bagi tindakan manusia dalam kehidupan sehari hari
  2. Dasar bagi pengembangan kearifan dalam berpengetahuan
  3. Sebagai darana mengetahui variasi kebenaran pengetahuan

Landasan Aksiologi

Definisi Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahas yunani Axios yang artinya nilai dan logos artinya ilmu, penalaran, atau teori. Aksiologi secara bahasa dipahami sebagai teori tentang nilai atau rasionalitas nilai. Secara istilah, aksiologi dipahami sebagi cabang filsafat yang membahas persoalan nilai. Aksiologi tidak lain adalah the theory of values. Nilai merupakan realitas yang abstrak yang berfungsi sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Nilai menempati kedudukan penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap mengorbankan hidup ketimbang mengorbankan nilai. Nilai dapat dilacak dari tiga realitas, yakni : pola tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap seorang pribadi atau kelompok.

Dalam pemikiran Meinong, sumber nilai adalah perasaan, perkiraan, atau adanya kemungkinan kesenangan terhadap suatu objek. Sedangkan, Ehrenfels berpandangan bahwa sumbernilai hasrat/keinginan. Suatu objek menyatu dengan nilai melalui keinginan aktual atau yang kemungkinan. Artinya, suatu objek mempunyai suatu nilai karena ia menarik. Nilai inheren di dalam sebuah objek.

Memang sejatinya ilmu pengetahuan digunakan sebesar-besar manfaat manusia. Manfaat bagi kehidupan manusia sebagai makhluk berperadaban yang memiliki harkat dan martabat. Penggunaan produk ilmu pengetahuan semestinya diarahkan pada upaya peningkatan peradaban, sejalan dengan nilai kemanusiaan.

Ciri Nilai
Nilai pada hakikatnya adalah sebuah kualitas. Kualitas sebuah benda menurut Scheler dapat dibedakan menjadi tiga : Pertama, kualitas primer yaitu kualitas benda yang tidak boleh tidak mesti ada dalam sebuah benda. Kedua, kualitas kedua (sekunder) sebuah benda yaitu warna. Walaupun secara subjektif juga tergantung pada subjek yang menangkapnya, tidak ada benda yang tanpa warna, atau dapat dikatakan bahwa warna menjadi salah satu penopang keberadaan sebuah benda. Ketiga, kualitas ketiga (tersier). Keindahan sebuah benda sebagai kualitas nilai, bukan merupakan bagian yang menentukan bagi objek, sebab barang yang tidak memiliki nilai keindahan dan kegunaan dalam memiliki keberadaanya.

Menurut Max Scheler, nilai-nilai terbangun dalam empat peringkat, yakni :
  1. Nilai-nilai kenikmatan
  2. Nilai-nilai kehidupan (kesehatan, kebugaran, kesejahteraan umum)
  3. Nilai-nilai kejiwaan (keindahan, kebenaran, pengetahuan murni yang dicapai filsafat)
  4. Nilai-nilai kerohanian ( suci tak suci)

Manusia memahami nilai-nilai dengan hatinya, bukan dengan akal budinya. (Al-Purwanto Hadiwardoyo dalam EM. K. Kaswadi:37-42). Lebih jauh dikemukakan, bahwa nilai sebagai suatu kata benda abstrak mengandung dua pengertian. Dalam pengertian terbatas (sempit), berupa sesuatu yang baik, menarik, dan bagus. Dalam pengertian luas, nilai mengacu kepada kewajiban, kebenaran, dan kesucian (Nadiroh: 155)

Frondizi menjelaskan bahwa setidaknya nilai memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Bersifat parasit
  2. Hierakhis
  3. Non-subtansi
Karena kualitas nilai dalam perwujudannya di dunia inderawi ini tidak dapat ada pada dirinnya sendiri, nilai termasuk dalam golongan objek tidak independen. Ia bersifat parasit dan sekaligus merupakan objek yang tidak memiliki substansi. Karena bersifat non-substansi, maka nilai tidak memoengaruhi materi suatu benda. Nilai tidak dapat terwujud dalam realitas inderawi tanpa didukung oleh objek nyata, dan keberadaannya didunia ini mudah rusak atau bahkan udah terhapus. Hal ini berbeda dengan kualitas utama yang tidak dapat dihapus dari objeknya.

The Knower, Knowing, dan Knowledge
Perlu ditegaskan bahwa berpikir itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan sadar, sehingga kesadaranlah yang menjadi dasar terdalam yang diberikan Allah kepada manusia untuk berpikir dan melihat secara lebih tepat dan akurat.

Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir berdasarkan suatu aturan tertentu. Aturan dalam berpikir itulah yang disebut logika. Jadi, berpikir logis merupakan suatu kegiatan berpikir secara teratur berdasarkan logika. Proses yang dituntun oleh suatu logika disebut kegiatan analisis. Analisis merupakan sebuah proses yang harus ditempuh dalam kegiatanberpikir agar kesimpulan yang ditarik bersifat sahih ditinjau dari suatu logika tertentu.

Ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan (knowledge) mempunyai berbagai cabang pengetahuan dan ilmu (science) merupakan salah satu cabang dari pengetahuan tersebut.

Secara garis besar, pengetahuan dapat digolongkan dalam tiga kartegori utama
  1. Pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk (etika)
  2.  Pengetahuan tentang apa yang indah dan jelek ( estetika)
  3. Pengetahuan apa yang benar atau salah (logika)
Ilmu merupakan pengetahuan yang termasuk dalam kategori ketiga, yakni logika. Dan ada lima sumber pengetahuan, yakni : pikiran, perasaan, indera, intuisi, dan wahyu.

Kesimpulan

  1. Menyingkap ilmu pengetahuan landasan yang digunakan adalah ontologi,epistimologi dan aksiologi, atau dengan kata lain apa, bagaimana dan kemana ilmu itu.
  2. Hakekat obyek ilmu (ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan dan objek forma yang terdiri dari sudut pandang dari objek itu.
  3. Epistimologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah, penyusunan kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan kesimpulan.Nilai kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya.
  4. Dalam realitas manusia terdiri dari dua golongan ;pertama golongan yang mengatakan bahwa ilmu itu bebas mutlak berdiri sendiri. Golongan kedua berpendapat bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Adapun dalam Islam ilmu itu tidak bebas nilai ia dilandasi oleh hokum normatif transendental. Nilai yang menjadi dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat dilihat dari nilai etika (agama) dan estetika 

Daftar Pustaka

  • Frondizi, Risieri. 1963. Pengantar Filsafat Nilai (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
  • Sarasin, Rake. 1998. Filsafat Ilmu Telaah sistematis fungsional komparatif: Yogyakarta.
  • Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia (PT Bumi Aksara: Jakarta).
  • Saefuddin, AM. et.al. 1998. Desekularisasi Pemikiran: landasan Islamisasi (Bandung: Mizan).
  • Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan).
  • Bahrum. Ontologi. 2013. Epistimologi Dan Aksiologi. (Sulesana: Makassar). Vol. 8.
  • Firth, Rodric. 1972. Encyclopedia Internasional. (Phippines: Gloria Incorperation).
  • Hamersma, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. (Yogyakarta: kanisius. 1992).
  • Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1998. Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama).
  • Kattsoff, Louis. 1992. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Tiara Wacana).
  • Khobir, Abdul. 2007. filsafat pendidikan Islam. (Yogyakarta: Gama Media Offset.).
  • Jalaludin. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada). 
  • Hasan, Erliana. 2014. Filsafat umum dan metedologi penelitian ilmu pemerintahan. (Bogor: Ghalia Indonesia).
  • Esha, Muhammad in’am. 2010 Menuju pemikiran filsfat. (Malang: UIN-MALIKI PRESS).


Baca Artikel Pendidikan Lainnya.

Komentar

Postingan Populer